Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dapatkah Bulan Dimiliki dan Diakusisi Negara atau Perusahaan Tertentu?

Kompas.com - 20/01/2019, 20:31 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor


KOMPAS.com - Hari ini hampir 50 tahun sejak Neil Armstrong menjadi manusia pertama yang menjejakkan kaki di bulan. "Langkah kecil bagi seorang manusia," kata astronot Amerika Serikat yang terkenal itu, "tapi lompatan besar bagi peradaban manusia."

Tak lama setelah itu, rekan sejawat Armstrong, Buzz Aldring bergabung untuk menjelajah permukaan bulan yang kerap disebut Sea of Tranquility (Laut Ketenangan).

Setelah turun dari anak tangga pesawat ulang alik Eagle, Aldrin menatap ke hamparan luas yang kosong dan berkata, "Kesunyian yang begitu indah."

Sejak misi Apollo 11 pada Juli 1969, bulan tetap belum terjamah seutuhnya. Tak ada lagi manusia yang datang ke bulan sejak 1972.

Baca juga: Sempat Berkecambah, Benih yang Dibawa China ke Bulan Mati

Namun situasi itu dapat segera berubah karena sejumlah perusahaan menyatakan ketertarikan mereka untuk mengeksplorasi, dan jika memungkinkan, menambang permukaan bulan untuk mencari emas, platina atau logam putih, serta sumber daya mineral lain yang makin langka di bumi, tapi vital bagi alat elektronik.

Awal Januari ini, China menerbangkan seperangkat modul bernama Chang'e-4 di bulan. Alat ini berhasil menumbuhkan benih bunga kapas dalam biosfer yang dibangunnya di permukaan bulan.

Chang'e-4 pun menganalisis peluang membangun pusat penelitian.

Sementara perusahaan luar angkasa asal Jepang, iSpace, berencana membangun platform transportasi antara bumi dan bulan. Mereka juga berwacana mengeksplorasi air dari bulan.

Intinya perkembangan terus dan diwacanakan untuk terjadi. Lantas, apakah ada peraturan untuk memastikan kesunyian yang disebut Aldrin tetap tak terjamah?

Pertanyaan lainnya, dapatkah satu-satunya satelit alami bumi itu berubah menjadi lahan komersial yang politis dan entitas yang dapat diakusisi?

Potensi kepemilikan benda astronomis telah menjadi perdebatan sejak penjelajahan luar angkasa dimulai pada era Perang Dingin.

Saat Badan Antariksa AS (NASA) misi penerbangan berawak pertama mereka, PBB menerbitkan perjanjian terkait luar angkasa yang diteken tahun 1967 oleh Uni Soviet, Inggris, termasuk AS.

Kesepakatan itu berbunyi, "Luar angkasa, termasuk bulan dan benda-benda antariksa lainnya, bukanlah subjek akuisisi atas dasar kedaulatan, atas dasar okupasi atau alasan lainnya."

Joanne Wheeler, direktur perusahaan luar angkasa Alden Advisers, menyebut perjanjian tersebut sebagai 'Magna Carta antariksa'. Magna Carta yang kerap disebut dokumen awal atas pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, diterbitkan tahun 1215 di Inggris.

Kesepakatan tentang luar angkasa tadi membuat pengibaran bendera di bulan, seperti yang dilakukan Armstrong dan para astronot sesudahnya menjadi tak berarti.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau