KOMPAS.com - Penemuan bangkai paus sperma di Wakatobi dengan perut penuh dengan sampah plasti menarik perhatian dunia. Salah satu sampah yang menjadi sorotan adalah sandal jepit.
Sandal jepit sendiri merupakan salah satu benda paling mudah ditemui di berbagai belahan bumi, selain plastik. Benda ini memiliki harga murah dan sederhana penggunaannya.
Sayangnya, karena hal inilah, sandal jepit sering kali mudah juga dibuang. Akibatnya, sandal jepit bekas kerap kali ikut mencemari lautan.
Salah satu dampak yang bisa kita saksikan adalah kematian paus sperma di Wakatobi. Di lain tempat, Bali misalnya, sampah sandal jepit menghiasi berbagai pantai.
Ini memunculkan ide dari seorang seniman Jerman untuk membuat instalasi dari sampah sandal bekas yang dikumpulkan dari beberapa pantai di Bali.
Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Sedotan, Dulu Terbuat dari Emas
Bertajuk "5000 lost soles", Lina Klauss menyulap sandal-sandal bekas tersebut menjadi karya yang indah dan dipamerkan hingga akhir 2018.
Meski juga terkait dengan masalah lingkungan, sandal jepit nyatanya mampu diterima oleh orang di seluruh belahan bumi.
Ternyata, jenis sandal ini berasal sejak zaman Mesir Kuno pada tahun 4000 sebelum masehi (SM). Alas kaki ini telah muncul pada berbagai mural yang digambarkan dengan desain bertahtakan permata yang digunakan oleh Firaun.
Sedangkan artefak sandal jepit hingga kini masih dipamerkan di British Museum. Sandal tertua yang ditemukan itu berasal dari tahun 1500 SM.
Sandal yang dipamerkan tersebut terbuat dari papirus. Pada perkembangannya, bahan yang digunakan oleh orang Mesir Kuno berubah menjadi menjadi daun palem.
Oleh suku Masai Afrika, sandal jepit dibuat dari bahan kulit hewan. Sedangkan di India, sandal kebanyakan dibuat dari kayu.
Orang China dan Jepang lebih menyukai bahan dari jerami. Sedangkan orang di masa modern ini lebih menyukai bahan yang murah, mudah didapatkan, dan awet yaitu plastik dan karet.
Sandal pertama kali muncul dalam budaya Barat setelah berakhirnya Perang Dunia II dan Perang Korea. Saat itu, tentara Barat yang kembali dari Jepang membawa oleh-oleh berupa sandal jepit.
Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Plastik, Si Serba Guna Tapi Berbahaya
Produk ini dengan mudah disukai oleh orang Amerika. Terlebih, benda ini cocok digunakan saat musim panas.
Selanjutnya, Amerika memproduksi sandal jepit dalam versi karet. Dengan cepat, alas kaki dari karet itu menyebar terutama ketika digunakan di pantai atau kolam renang sekitar tahun 1950-an hingga 1960.