Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viralnya Bowo Tik Tok, Mengapa Netizen Saling "Bully" di Internet?

Kompas.com - 05/07/2018, 12:06 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Salah satu perilaku manusia yang paling umum sekaligus membingungkan adalah ingin turut campur terhadap masalah orang lain.

Hal ini lebih terlihat lagi di era digital seperti sekarang. Kebanyakan orang akan ikut menanggapi apa yang sedang viral di internet.

Salah satu contoh terbaru adalah kasus viralnya Bowo Alpenliebe yang terkenal berkat sebuah aplikasi bernama Tik Tok.

Bowo Tik Tok sempat melakukan meet and greet yang memungut biaya masuk acara tersebut. Banyak yang merasa Bowo 'sok terkenal' atau 'sok keren' karena memungut biaya untuk acaranya.

Mungkin yang dilakukan Bowo memang kurang pas, tapi ribuan orang menjadikannya viral bahkan melakukan perundungan.

Penghukuman ekstrem terhadap Bowo ini berdampak pada dirinya dan keluarga.

Dilansir dari Tribunnews, Kamis (05/07/2018), ibunda Bowo bahkan sampai keluar dari pekerjaannya karena terus kepikiran dengan sang putra.

Jika tujuan akhir dari hukuman tersebut adalah memperbaiki perilaku buruk, Bowo mungkin telah mendapatkan pesan tersebut dari beberapa ratus balasan pertama.

Namun, mengapa kebanyakan orang suka beramai-ramai mem-bully Bowo atau juga dikenal dengan istilah mob mentality?

Kenikmatan Menghukum

Ini karena manusia adalah satu-satunya spesies yang menikmati menghukum orang lain.

"Sepertinya otak kita terhubung untuk menikmati menghukum orang lain," ungkap Nichola Raihani, psikolog di University College London dikutip dari Vox, Rabu (20/04/2016).

Baca juga: Dua Cara Hukum Kebiri Dilakukan

Meski begitu, hal ini tetap menjadi misteri evolusi bagi para peneliti seperti Raihani.

Menurutnya, menghukum orang asing seharusnya berbahaya. Itu karena mereka bisa membalas dan menyakiti kita atau mengancam kelangsungan hidup jangka panjang.

Apalagi, evolusi yang dipahami oleh Darwin memihak pada kepentingan pribadi yang sempit. Artinya, menghukum orang yang tidak dikenal memiliki potensi "bayaran" yang mahal.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau