KOMPAS.com - Valparai, daerah perbukitan di India selatan adalah zona konflik antar-spesies, manusia dan gajah.
Pada Agustus 2017, seorang pria berusia 60 tahun terinjak gajah liar dan meninggal saat ia menghadiri pemakaman sepupunya. Penduduk setempat melakukan protes dan menuntut tindakan.
Dua gajah yang telah dilatih digunakan untuk mengusir gajah betina kembali ke hutan.
Media lokal melaporkan lebih dari 100 warga menutup jalan raya untuk menyaksikan pengejaran dan pengusiran gajah yang berlangsung selama tiga jam.
Baca juga: Mengapa Bayi Gajah Ini Memutar Belalainya? Ahli Menjawab
Pada akhirnya, gajah itu mati dan tak ada alasan resmi mengapa gajah tersebut akhirnya mati.
Menurut data terakhir yang diumumkan pemerintah tahun lalu, satu orang meninggal di India setiap hari akibat gajah atau macan.
Gajah-gajah juga banyak yang dibunuh. Sementara hewan yang selamat dari perburuan, bayak yang berakhir dengan tertabrak kereta cepat, diracun, atau tersengat listrik.
Hal ini terjadi terus menerus, gajah dikejar dengan suara bising dan kendaraan-kendaraan yang disebut "pengejaran dengan kendaraan."
Studi terbaru mengungkap ada dampak atas kejadian tersebut, yakni gajah liar Asia yang hidup di India mengalami stres berkepanjangan.
Para peneliti dari Institute Sains Nasional di Bengaluru, India selatan, yang melakukan studi ini menggunakan kotoran gajah untuk membuktikannya.
Mereka meneliti kotoran gajah yang dikejar dalam operasi "pengejaran dengan kendaraan."
Para peneliti memeriksa tingkat hormon yang disebut glucocorticoid.
Binatang yang stres mengeluarkan glucocorticoids, semakin stres gajah artinya hormon glucocorticoids semakin banyak diproduksi. Hormon itu dilepaskan di sistem sirkulasi darah dan terbuang melalui kencing dan kotoran.
Sanjeeta Sharma Pokharel, seorang peneliti dari Pusat Ekologi Sains, mengatakan mengukur glucocorticoids dengan menggunakan kotoran segar hewan merupakan cara yang lebih etis dalam mempelajari tingat stres gajah.