Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahukah Anda, Hampir Tiap Minggu Bumi Kejatuhan Satelit

Kompas.com - 07/04/2018, 14:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com – Belakangan ini, masyarakat kerap kali dikejutkan dengan berita mengenai jatuhnya benda buatan manusia ke bumi.

Setelah Tiangong-1 yang jatuh di Samudra Pasifik selatan pada Senin (2/4/2018), giliran roket India yang masuk dan terbakar di atmosfer Samudra Atlantik tengah pada Selasa (3/4/2018).

Namun, sebetulnya kita tidak perlu kaget-kaget dengan kembalinya benda buatan manusia ke bumi. Laporan Solar Dynamic Observatory milik Badan Antariksa AS (NASA) menunjukkan bahwa sekitar 100 ton sampah antariksa terbakar di atmosfer setiap tahun.

Sampah-sampah ini berupa satelit yang sudah tidak digunakan, wahana antariksa yang tidak terkontrol seperti Tiangong-1, atau bagian atas dari roket.

Baca juga : Setelah Tiangong-1, Roket India Diprediksi Jatuh di Wilayah Indonesia

Mayoritas berupa potongan kecil yang langsung terbakar, sedangkan yang lebih besar bisa mencapai bumi. Secara rata-rata, sampah antariksa besar sampai ke bumi 50 kali dalam setahun.

Indonesia sendiri sudah cukup sering kejatuhan sampah antariksa. Perhitungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) hingga 27 Januari 2009 menunjukkan bahwa Indonesia sudah 7.789 kali kejatuhan serpihan sampah antariksa yang berukuran di atas 10 sentimeter, 3.388 kali untuk satelit, dan 1.820 kali untuk badan roket.

Untungnya, bumi dan tanah air kita mayoritas permukaannya berupa air sehingga sampah-sampah ini kebanyakan jatuh di lautan atau tempat terpencil.

"Banyak yang jatuh di laut, di hutan, mungkin bagi daerah yang punya gurun jatuh di gurun," kata Thomas Djamaluddin, seperti dikutip oleh Kompas.com sebelumnya.

Baca juga : 2019, China Luncurkan Satelit Komersial yang Bisa Ditarik Kembali

Berdasarkan catatan, hanya satu orang yang pernah kejatuhan sampah antariksa, yaitu seorang wanita Amerika Serikat bernama Lottie Williams. Namun, serpihan roket Delta II yang menjatuhinya begitu kecil sehingga Williams tidak mengalami luka apa pun.

Meski demikian, bukan berati kita boleh lengah.  Jaringan radar militer negara-negara di dunia, NASA, Badan Antariksa Eropa (ESA), LAPAN, dan agensi pelacak satelit, baik independen maupun tidak, terus mengamati obyek-obyek di orbit bumi. Informasi yang mereka dapatkan kemudian dibagikan untuk memprediksi jadwal kembalinya sampah antariksa ke bumi.

Namun, ini jelas cukup sulit untuk dilakukan dan sering kali mengandalkan perkiraan.

Holger Krag, kepala Space Debris Office milik ESA mengatakan, dengan pengetahuan dan teknologi kita serang, kita belum bisa membuat prediksi yang benar-benar pasti. Akan selalu ada ketidakpastian hingga beberapa jam dalam semua prediksi – bahkan dalam hitungan hari sebelum kembalinya sampah antariksa.

Baca juga : Luar Angkasa Penuh Sampah, Airbus Bangun Harpun Raksasa sebagai Solusi

“Jendela ketidakpastian ini bisa menjadi sangat besar, karena kecepatan tinggi dari satelit yang kembali berarti mereka (satelit) dapat bergerak ribuan kilometer dalam jendela waktu tersebut. Ini membuat kami kesulitan memprediksikan lokasi pasti dari kembalinya satelit,” katanya.

Untuk itu, ESA, NASA, Roscosmos, Cahadian Space Agency, Badan Antariksa Jepang (JAXA), Organisasi Riset Antariksa India, Agensi Antariksa Nasional China, dan tujuh agensi luar angkasa lainnya bergabung dalam kampanye pelacakan bersama yang diadakan oleh Komite Koordinasi Sampah Antariksa Interagensi.

Tujuan dari kampanye ini adalah untuk menggabungkan informasi pelacakan dari radar masing-masing sehingga dapat dianalisis dan diverifikasi bersama. Harapannya, langkah ini akan meningkatkan akurasi prediksi untuk ke-14 anggota kampanye.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau