Oleh Maria Voigt*, Erik Meijaard**, dan Serge Wich***
“The Big House”, kandang tim American football Universitas Michigan, adalah salah satu stadion terbesar di dunia. Beginilah tampilannya ketika dijejali lebih dari 100.000 penonton:
Sekarang, bayangkan para penonton itu diganti dengan orangutan kalimantan. Pemandangan yang lucu, bukan? Ribuan kera berambut merah berdesak-desakan di tempat duduk penonton.
Nah, para ilmuwan baru saja mengetahui bahwa setidak-tidaknya 100.000 orangutan telah lenyap selama 16 tahun terakhir.
Yang lebih sedih, seluruh orangutan yang tersisa di Kalimantan hanya akan bisa memenuhi The Big House satu kali lagi.
Temuan ini adalah hasil studi baru kami yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology. Kami menyelidiki apa yang terjadi dengan orangutan di Kalimantan, habitat sebagian besar orangutan.
Mula-mula kami menghimpun 16 tahun data survei yang dikumpulkan dari para peneliti di lapangan maupun dari “survei udara” menggunakan helikopter untuk mengidentifikasi sarang-sarang orangutan tinggi di atap hutan.
Data itu kemudian kami gabungkan dengan citra-citra satelit yang menunjukkan perubahan lanskap.
Hasilnya menunjukkan, kemorosotan yang paling tajam terjadi di area yang digunduli atau diubah menjadi pertanian industri (biasanya kelapa sawit atau tanaman bahan baku bubur kertas), sementara orangutan berjuang untuk hidup di luar hutan.
Perburuan sama peliknya dengan penggundulan hutan
Celakanya, orangutan paling banyak hilang di area hutan yang masih utuh, atau yang pohon tingginya ditebang selektif. Di area ini jumlah orangutan menyusut akibat perburuan (sebagaimana semua hewan yang bisa dimakan di Kalimantan).
Salah satu analisis, berdasarkan wawancara dengan 5.000 warga setempat, mendapati bahwa beberapa pemburu memang masuk hutan khusus untuk berburu orangutan, sementara warga setempat pada umumnya lebih menyukai rusa dan babi.
Tetapi orangutan tetap saja sasaran empuk.