KOMPAS.com - Tanpa disadari, kita memiliki perasaan khusus pada orang lain dan selalu ingin mendampinginya.
Ini adalah perasaan normal yang sebenarnya dituntun oleh otak. Ya, otak juga berperan dalam menangani cinta.
Saat kita sedang jatuh cinta, sebenarnya otak sedang dibanjiri oleh bahan kimia yang membuat kita merasa bahagia yang disebut dopamin.
Hal ini dibuktikan oleh Antropolog Biologi, Helen Fisher, yang memindai 100 otak orang saat sedang jatuh cinta.
Baca juga : Takut Hidup Sendiri Usai Putus Cinta? Ini Yang Terjadi Menurut Sains
Ia menemukan, saat manusia sedang jatuh cinta maka ada bagian otak yang melepaskan dopamin, zat kimia yang memicu perasaan bahagia, rasa percaya diri, dan juga motivasi.
"Saya telah lama berpikir bahwa cinta adalah emosi atau serangkaian emosi. Rupanya ini memang dorongan yang berkembang jutaan tahun lalu untuk terus bersama dengan satu orang di waktu yang lama," kata Fisher yang berafiliasi dengan Rutgers University, New Jersey, dilansir dari USA Today.
Ia menjelaskan meski seks berhubungan dengan cinta, namun kedua hal tersebut berbeda.
Ada orang yang jatuh cinta terlebih dahulu kemudian muncul keinginan seksual, ada yang berhubungan seksual kemudian memiliki ikatan emosi, ada pula yang berhubungan seksual tanpa cinta sama sekali.
Ia berkata bahwa saat orang sedang jatuh cinta mereka sebenarnya masih dapat melihat kekurangan dari pasangan, tapi otak mengabaikannya.
Cinta mematikan bagian otak di belakang dahi yang disebut korteks prefontal. Bagian ini terlibat dalam pemikiran kritis dan pengambilan keputusan.
Nah, saat kita berfokus pada orang lain maka akan terjadi aktivasi ekstra dopamin.
Meski demikian, penelitian yang dilakukan oleh seorang psikolog klinis dari Chicago, Mona Fishbane, justru menemukan bahwa gairah cinta hanya dapat bertahan selama satu sampai dua tahun. Hal ini pun disetujui oleh ahli lain.
Baca juga : Cinta Pandangan Pertama, Benar Ada atau Hanya Birahi Belaka?
Lalu bagaimana dengan kakek nenek yang selalu bersama hingga di usia senja mereka?
Fisher mengatakan pada pasangan yang berpuluh tahun terus bersama memiliki pola aktivasi otak yang menarik.
Pemindaian otak menunjukkan bahwa mereka sangat berempati, mampu mengendalikan stres dan emosi, serta mampu mengabaikan hal negatif dan fokus pada hal yang positif.