KOMPAS.com - Mungkin banyak dari Anda yang tak bisa tidur di malam hari kemudian mencuri waktu tidur di siang hari agar bisa lebih produktif.
Tidur semacam ini dikenal dengan tidur polyphasic yang mengganti jatah tidur di malam hari ke siang hari. Durasi waktunya pun bermacam-macam.
Dilansir dari Time, Selasa (30/1/2018), tidur polyphasic adalah rahasia di balik pemikiran hebat para ilmuwan seperti Leonardo da Vinci dan Nikola Tesla.
Lalu, apakah tidur dengan pola seperti ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi tubuh?
Baca juga : Kurang Tidur, Dampaknya Lebih Buruk Bagi Perempuan
Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita tahu apa itu tidur polyphasic yang mengganti jatah tidur malam ke siang hari. Bagi orang yang sudah menjalankan tidur polyphasic, pola tidurnya berbeda.
Salah satu yang paling populer adalah melakukan tidur nyenyak dan menambahkan tidur di siang hari selama 20 menit. Panjang tidur nyenyak di malam hari dan siang masing-masing orang berbeda, namun jika diakumulasi mereka menghabiskan waktu tiga sampai tujuh jam untuk tidur.
Ada pula yang hanya tidur siang selama 20-30 menit setiap empat jam dalam satu hari. Misalnya saja pukul 9.00 pagi tidur selama 30 menit, kemudian tidur lagi selama 30 menit pukul 13.00, begitu seterusnya.
Konon, orang yang melakukan pola tidur seperti ini otaknya bisa lebih produktif.
Itu karena saat tidur normal, otak sebenarnya hanya mendapat sekitar 1 jam untuk beristirahat (REM Sleep). Dalam periode ini, tubuh akan tidur dengan nyenyak, sedangkan sisa waktu yang lain digunakan untuk proses pertumbuhan dan detoksifikasi.
Oleh orang yang mempraktikkan tidur polyphasic, fase selain tidur REM tidak dibutuhkan. Mereka lebih memilih menggunakan waktu tersebut untuk melakukan kegiatan lain. Ada anggapan bahwa jika melakukan pola tidur polyphasic maka sepenuhnya melakukan tidur berkualitas.
Baca juga : Apa yang Tubuh Manusia Lakukan Saat Tidur?
Bagi yang sudah mempraktikannya dan percaya akan manfaat yang diberikan tidur polyphasic, ebaiknya mulai belajar untuk tidur normal kembali. Sebab, para ahli sama sekali tidak menganjurkannya.
"Tak ada satupun literatur medis yang menunjukkan bahwa tidur polyphasic dapat memberi keuntungan bagi kesehatan," kata Dr. Alon Avidan, direktur Pusat Gangguan Tidur Universitas California, Los Angeles.
Sebaliknya, hal ini justru dapat mengganggu kesehatan, seperti muncul gangguan kognitif, masalah memori, dan risiko kecelakaan yang lebih tinggi.
"Orang yang tidak tidur setidaknya tujuh jam dalam sehari, berisiko tinggi mengalami penyakit kronis seperti diabetes dan obesitas. Penelitian telah menunjukkan bahwa kurang tidur dapat mengganggu tingkat hormon dan lonjakan gula darah serta nafsu makan," sambungnya.
Ia mengatakan tidak hanya tidur REM saja yang memberi manfaat untuk tubuh. Siklus tidur yang lain juga memiliki manfaat. Jika terjadi perubahan dalam tahap tidur, hal itu dapat berakibat pada sistem endokrin dan fungsi metabolik.