Presiden COP 21 Paris sekaligus Menteri Luar Negeri Perancis, Laurent Fabius, mengatakan, “Paris Agreement memungkinkan setiap delegasi dan kelompok negara-negara untuk kembali ke rumah dengan kepala tegak,” kata
Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Christiana Figueres, menyebutkan Kesepakatan Paris menjadi sejarah bagi dunia untuk melakukan tindakan yang benar untuk bumi.
“Ini adalah perjanjian keyakinan. Ini adalah perjanjian solidaritas untuk yang paling rentan. Ini adalah kesepakatan dari visi jangka panjang, karena kita harus mengubah perjanjian ini menjadi mesin pertumbuhan yang aman,” katanya.
Ada lima butir kesepakatan. Diantaranya, negara peserta COP 21 bersepakat menjaga temperatur bumi di bawah 2 derajat menuju ke 1,5 derajat.
Selain itu, negara maju berkomitmen memberikan bantuan pendanaan pada negara berkembang dan rentan untuk aksi mengatasi perubahan iklim.
Meski negara peserta menganggap Kesepakatan Paris cukup memuaskan, kritik tetap muncul. Koordinator Keadilan Iklim dan Energi Friends of the Earth International (FoE), Dipti Bathnagar, mengatakan kesepakatan tak cukup adil dan ambisius.
Menurutnya, masyarakat rentan dan terdampak perubahan iklim mestinya mendapat hal yang lebih baik dari kesepakatan ini. Negara-negara maju telah menggeser harapan sangat jauh dan memberikan rakyat kesepakatan palsu di Paris.
Makna bagi Indonesia
Bagi Indonesia sendiri, Kesepakatan Paris dinilai cukup melegakan. Tak luput dari kekurangan memang, tetapi sejumlah usulan Indonesia diakomodasi dalam kesepakatan Paris.
Staf Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim Racmat Witoelar mengatakan, ada lima usulan Indonesia untuk masuk dalam kesepakatan.
Usulan itu di antaranya program pengurangan emisi dari kerusakan dan degradasi hutan (REDD) dan diferensiasi atau perbedaan kewajiban antara negara berkembang dan negara maju.
Usulan lain adalah implementasi rencana aksi masing-masing negara, termasuk antara negara berkembang dengan negara maju, dan komitmen menekan kenaikan suhu bumi maksimal 2 derajat atau 1,5 derajat.
Terakhir, usulan pembangunan kapasitas yang meliputi kapasitas sumber daya manusia, termasuk transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang.
Beberapa hari sebelum kesepakatan dibuat, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di Paris menyebutkan, kesepakatan harus mencerminkan keseimbangan, keadilan, sesuai prioritas dan kemampuan nasional, mengikat, jangka panjang, ambisius, namun tidak menghambat pembangunan negara berkembang.