Data sumber Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia (SNC,2009) sebanyak 60 persen disumbangkan oleh sektor kehutanan dan lahan gambut (LUCF and Peat fire), sektor energi 20 persen. Namun upaya mengurangi emisi dari sektor lahan saja belum berhasil.
"Upaya yang telah dilakukan sejak COP 15 tahun 2009, belum terlihat nyata, terlihat dari kebakaran hutan dan lahan termasuk gambut yang terus terjadi, puncaknya kebakaran lahan tahun 2015 ini," kata Gunggung.
"Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan (sawit) secara nasional terus bertambah, sehingga deforestrasi terus berlangsung," kata Gunggung.
Upaya menurunkan GRK dengan konsep REDD bisa berlangsung kalau pemerintah tegas mempertahankan hutan yang tersisa dan menghutankan kembali hutan yang telah rusak dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pelaksanaannya.
Pemerintah Indonesia berencana membentuk Badan Restorasi Gambut untuk menata kawasan yang kerap terlanda kebakaran hutan itu. Namun menurut Gunggung, pembentukannya harus diawali dengan payung hukum yang melarang ekploitasi gambut.
Dampak perubahan iklim nyata. Para petani mengalami kebingungan karena anomali (kekacauan) cuaca. Musim tanam dan panen yang tak lagi bisa menjadi patokan karena musim hujan dan kemarau tak lagi seperti dahulu.
Sementara para nelayan juga terdampak sebab berkurang atau berpindahnya spesies ikan akibat suhu laut yang juga berubah. Pengetahuan lokal tentang navigasi juga jadi kurang berfungsi karena tanda alam mulai menghilang.
Mampukah Kesepakatan Paris tersebut diterjemahkan dengan baik mulai dari tingkat kepala negara bahkan kepala rumah tangga?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.