Setelah Kesepakatan Paris...

Kompas.com - 22/12/2015, 19:27 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

"Semua pihak harus berkontribusi lebih dalam aksi mitigasi dan adaptasi, terutama negara maju, melalui mobilisasi pendanaan 100 miliar dollar AS hingga 2020. Angka itu pun harus ditingkatkan untuk tahun-tahun berikutnya," ungkapnya.

Menurut Presiden, kerentanan dan tantangan perubahan iklim tersebut tidak menghentikan pada komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam aksi global menurunkan emisi.

Kepentingan Indonesia yang diakomodasi dalam Kesepakatan Paris bisa dipandang sebagai peluang. Indonesia mesti lebih punya kapasitas untuk melawan perubahan iklim.

What's Next?

Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah ambang batas, pada tahun 2030. Penurunan emisi tersebut, dilakukan dengan mengambil langkah di bidang energi berupa pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif.

Selain itu, Indonesia juga punya target peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari konsumsi energi nasional pada tahun 2025.

Niat Indonesia untuk mengurangi emisi tercermin dalam Intended Nationally Determined Controbution (INDC). Indonesia fokus pada emisi dari sektor energi yang kian meningkat.

Namun sejumlah rencana Indonesia justru berkebalikan dengan upaya mengurangi emisi itu. Ambil contoh, rencana pemenuhan listrik 35.000 MW di mana sebagian besar bersumber dari batubara.

Batubara saat ini menjadi sumber emisi utama dari sektor energi. Peningkatan emisi batubara dari tahun 2000 hingga 2013 mencapai 5 kali lipat.

Data Sign Smart yang didapatkan lewat pengukuran emisi dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi mengungkap, tahun 2000, emisi karbon dioksida dari batubara masih 444.738 ton, tetapi pada tahun 2013 mencapai 2.290.082 ton.

"Dibutuhkan komitmen bersama untuk mencapai tujuan besar tersebut," demikian ungkap Al-Gore mantan Wapres Amerika Serikat dalam pidatonya di Paviliun Indonesia di COP 21 Paris.

Tantangan

Pelaksaanaan Kesepakatan Paris oleh Indonesia dipandang masih menjadi tantangan. Pertama, di tingkat pemerintah sendiri, di mana keseriusan masih diragukan.

Pakar perubahan iklim Universitas Bengkulu, Gunggung Seno Aji, mengatakan, kesiapan Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030 dengan dana sendiri masih dipertanyakan.

Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam G 20 Pittsburgh dan COP 15 (2009) berniat menurunkan emisi GRK 26 persen hingga 2020. Dengan target saat ini, berarti ada peningkatan 3 persen dari komitmen sebelumnya dalam jangka 10 tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau