Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/02/2020, 12:44 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang pria asal Jepang diduga terjangkit virus corona sebelum datang dan berlibur ke Bali, Indonesia, pada 15-19 Februari 2020.

Menanggapi dan meluruskan infromasi yang viral ini, Kompas.com menghubungi Sekretaris Ditjen P2p Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, Senin (24/2/2020).

Yurianto menegaskan, dari laporan otoritas pemerintah Jepang tadi malam, Minggu (23/2/2020), hasil identifikasi pria asal Jepang itu tidak mengidap atau terinfeksi Covid-19, melainkan terinfeksi virus SARS-Coronavirus tipe 2.

"SARS-Coronavirus Tipe 2 ini beda dengan Covid-19. Perbedaannya lebih dari 70 persen. Jadi ini bukan Covid-19," kata dia.

Baca juga: Update Virus Corona 24 Februari: 2.696 Meninggal, 79.561 Terinfeksi

Penyebab gejala yang diderita oleh pasien asal Jepang ini jelas berbeda dengan Covid-19 atau virus Corona Wuhan dari China yang sedang ramai diperbincangkan dan masih mewabah saat ini.

Sementara itu, redaksi mencatat bahwa WHO telah menamakan virus penyebab penyakit Covid-19 sebagai SARS-CoV-2. Penamaan ini karena SARS-CoV-2 yang menyebabkan wabah merupakan varian baru dari virus SARS yang menjadi wabah pada tahun 2000-an. Covid-19 adalah nama penyakitnya, sementara SARS-CoV-2 adalah nama virusnya.

"Nanti kalau yang tahu ilmu pervirusan akan tahu apa bedanya, yang jelas bedanya mencapai 70 persen dan penyakitnya juga enggak sama," ucap dia.

Perihal apakah virus SARS-Coronavirus tipe 2 ini lebih berbahaya daripada Covid-19 dan juga potensi penularannya, Yurianto menegaskan bahwa tidak ada data tentang kasus virus SARS-Coronavirus tipe 2 ini di Indonesia.

"Karena ini mungkin seasonal flu (flu musiman) yang ada di Jepang sana, dan kita tidak tahu," ujarnya.

Jika penyakit yang diderita pasien adalah flu musiman yang ada di Jepang, kata dia, kita tidak perlu heboh karena Indonesia dan Jepang juga memiliki musim yang berbeda.

Untuk diketahui, influenza memiliki banyak jenisnya, dan beberapa negara bahkan memiliki kasus influenza tersendiri pada musim-musim tertentu, dan itu tidak akan berpengaruh pada negara lain yang memiliki karakter musim yang berbeda pula.

Untuk itulah, beberapa negara bahkan mewajibkan vaksin influenza tertentu sebelum warga negara asing berkunjung ke negaranya.

Yurianto juga berkata bahwa karena flu akibat virus SARS-Coronavirus tipe 2 ini bukan flu yang umum kita kenali di Indoensia, maka tindakan dari Kemenkes sendiri tidak akan dilakukan seperti tindakan pada kasus Covid-19.

Baca juga: Corona Wuhan Lumpuhkan Farmasi, Terawan Sebut Ini Peluang Indonesia

"Bukan Covid-19, jadi ngapain kita latah-latah kayak Covid-19, nggaklah biasa-biasa aja," tuturnya.

Namun, ditegaskan oleh Yurianto, hal ini bukan berarti kita mengendorkan kewaspadaan dari bahaya penyakit tidak terduga, melainkan kasus ini bukanlah kasus yang perlu diheboh-hebohkan.

Hingga saat ini, Dinas Kesehatan Provinsi Bali terus membuat laporan kesehatan terkait kasus infeksi saluran pernapasan bawah dan pneumonia, di mana sampai sekarang trennya tidak ada perubahan apapun.

Sementara itu, redaksi mencatat bahwa Coronavirus Study Group (CSG) dari Komite Internasional untuk Taksonomi Virus atau International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) telah menamakan virus penyebab penyakit Covid-19 yang sedang mewabah saat ini sebagai SARS-CoV-2.

Penamaan ini karena SARS-CoV-2 merupakan varian baru dari virus SARS yang menjadi wabah pada tahun 2000-an.

Baca juga: Nama Virus Corona Wuhan Sekarang SARS-CoV-2, Ini Bedanya dengan Covid-19

Terkait penggunaan istilah Covid-19 dan SARS-CoV-2 dari Kemenkes yang berbeda dengan WHO, beberapa kali Kompas.com menanyakan tentang dua istilah tersebut dan Kemenkes tetap bersikukuh pada pernyataannya. Kompas.com akan mengupdate informasi Kemenkes ini.

 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com