Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Vaginismus atau Tubuh Menolak Penetrasi, Kondisi Apa Ini?

Kompas.com - 04/02/2020, 12:07 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber WebMD

KOMPAS.com - Sebuah utas yang membahas tentang vaginismus viral di Twitter sejak Minggu (2/2/2020).

Istilah vaginismus memang terdengar sangat asing.

Dalam instagram story @racunwarnawarni, dia mengatakan bahwa vaginismus ditandai dengan tidak bisa dilakukannya penetrasi ke vagina.

"Ketahuannya sih biasanya setelah menikah, nggak bisa penetrasi penis. Kalau belum menikah, kadang ketahuan karena nggak bisa pakai tampon. Atau ketahuan pas harus melakukan prosedur medis tertentu yang mengharuskan pemeriksaan transv, dan nggak bisa," tulisnya.

Baca juga: Perlukah Beli Obat Pembersih Kewanitaan untuk Bersihkan Vagina?

Ketidaktahuan tentang vaginismus tak jarang justru menimbulkan anggapan yang tak benar.

Sering perempuan dengan vaginismus diceraikan, diselingkuhi, dipukul, diabaikan, dianggap tidak menyukai pria, dianggap penyakitan, dan lain sebagainya.

Di Instagram, penyintas vaginismus Dian Mustika membagikan pengalamannya memiliki vaginismus. Dia sempat tak bisa berhubungan badan dengan suaminya karena vaginismus, tapi akhirnya sembuh berkat terapi.

"Tak menyangka bahwa kami ditakdirkan untuk tidak bisa berhubungan suami-istri layaknya pasangan normal lain. Setidaknya selama 2 tahun pernikahan. Tidak ada yang mengira bahwa Saya menderita Vaginismus. Sebuah kekakuan otot pada vagina yang tidak Saya kehendaki & tidak dapat Saya kontrol, sehingga penetrasi tidak dapat dilakukan," tulisnya mengawali cerita.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Tantangan hidup manusia memang tidak akan pernah berakhir selama kita masih diberi kehidupan di dunia ini. Setelah kami berhasil menjalani hubungan beda agama selama 9 tahun, menikah tanpa ada yang harus berkorban, tanpa ada yang harus tersakiti. Kami harus menghadapi tantangan berikutnya setelah menikah. Tak menyangka bahwa kami ditakdirkan untuk tidak bisa berhubungan suami-istri layaknya pasangan normal lain. Setidaknya selama 2 tahun pernikahan. Tidak ada yang mengira bahwa Saya menderita Vaginismus. Sebuah kekakuan otot pada vagina yang tidak Saya kehendaki & tidak dapat Saya kontrol, sehingga penetrasi tidak dapat dilakukan. Saya percaya Tuhan memberikan kita cobaan sudah sepaket dengan solusinya. Kami harus diuji terlebih dahulu sebelum mendapatkan solusinya. Bukan hanya sekedar ujian kesabaran, namun juga ujian terhadap komitmen pernikahan. Komitmen pada janji yang kami ikrarkan di depan altar, untuk saling mencintai dalam suka & duka, dalam untung & malang, dan dalam sehat & sakit. Layaknya mencari jarum dalam jerami, dari sekian banyak informasi mengenai Vaginismus yang Saya temukan melalui media online, Saya hanya menemukan satu artikel yang memberi Saya harapan bahwa Saya dapat menjadi perempuan normal. Harapan itu datang dari dr. @robbiasriwicaksono melalui @vaginismusindonesia . Akhirnya kami paham mengenai kondisi kami. Terlebih kami tau bahwa Saya menderita Vaginismus derajat 4 (dari 5 derajat keparahan). Awal tahun 2020 menjadi sebuah awal yang membahagiakan, karena Saya berhasil survived dari Vaginismus. Sebuah momen yang tidak akan pernah kami lupakan, berjuang 2 tahun sendirian tanpa ada satu orang pun yang tau apa yang kami alami, karena kami tidak tau, kami malu, dan kami takut untuk bercerita kepada orang lain. Namun, kali ini kami sudah siap untuk terbuka. Kami siap membuka pikiran banyak orang atas pemahaman yang keliru tentang Vaginismus. Karena Vaginismus TIDAK DISEBABKAN karena penyakit psikis, namun Vaginismus DAPAT MENYEBABKAN penyakit psikis. Penyembuhan Vaginismus hanya dengan dilatasi, bukan (cuma) terapi. [....berlanjut di komen]

A post shared by ? Dian Mustika ? (@mustikafajar) on Feb 1, 2020 at 10:50pm PST

Apa itu vaginismus?

"Vaginismus dikategorikan sebagai kontraksi otot di sekitar vagina yang tidak disadari dan tidak dapat dikendalikan," kata Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Bamed Women's Clinic, dr Ni Komang Yeni SpOG, dalam sebuah acara bertajuk " Vaginismus dan Difungsi Seksual Perempuan", Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Kontraksi otot atau kram tersebut dapat terjadi secara terus-menerus atau berulang di sepertiga daerah bagian luar vagina. Yaitu daerah perineum sampai otot levator ani, dan otot pubococcygeus.

Dijelaskan dr Yeni, kontraksi otot yang berlebihan dapat menyebabkan nyeri, sulit,d atau bahkan tidak dapat melakukan penetrasi saat berhubungan seksual.

Hal ini terjadi karena otot puboccygeus berperan dalam proses buang air besar, buang air kecil, berhubungan seksual, orgasme, dan proses melahirkan.

Dilansir WebMD, perempuan yang menderita vaginismus, otot-otot vaginanya akan mengencang ketika ada sesuatu yang masuk, entah itu penis, tampon, atau alat medis untuk cek kesehatan.

Kondisi ini membuat tidak nyaman dan bisa menyakitkan. Namun dengan latihan khusus, vaginismus dapat disembuhkan.

Gejala

Seks yang menyakitkan seringkali jadi tanda pertama seorang perempuan menderita vaginismus.

Rasa sakit hanya terjadi saat penetrasi dan hilang setelah penarikan. Namun tidak selalu begitu.

Perempuan yang memiliki vaginismus, menggambarkan rasa sakit ketika penetrasi penis seperti sensasi vagina robek atau seperti "menabrak dinding".

Banyak perempuan dengan vaginismus yang juga tidak merasa nyaman ketika memasukkan tampon untuk haid atau saat melakukan pemeriksaan panggul internal.

Jenis vaginismus dan penyebabnya

Dikatakan dr. Robbi Asri Wicaksono, SpOG melalui akun @vaginismusindonesia yang dikelolanya, ada dua macam vaginismus, yakni vaginismu primer dan sekunder.

Vaginismus primer adalah keadaan vaginismus sejak awal seseorang mengalami penetrasi, baik seksual (dengan penis) maupun non seksual (pemeriksaan haid, pengguanaan tampon haid).

Sementara vaginismus sekunder adalah sebuah keadaan vaginismus yang terjadi setelah sebelumnya tidak pernah mengalami kendala dalam hal penetrasi vagina.

Dengan kata lain, sebelumnya penetrasi terjadi secara normal dan tak ada kendala.

Banyak orang mengalami vaginismus sekunder setelah melahirkan. Baik melahirkan secara normal maupun lewat operasi caesar.

Selain melahirkan, menopause juga bisa menyebabkan vaginismus sekunder.

"Namun kita tidak bisa menganggap 2 hal itu (melahirkan dan menopause) sebagai penyebab. Karena penyebab vaginismus tetap unknown. Kita hanya bisa mengasumsikan dua kejadian itu adalah titik tercetusnya vaginismus sekunder," tulis dokter Robby di akun Vaginismus Indonesia.

Dalam akun tersebut, dokter Robbi mengatakan bahwa penyebab vaginismus primer dan sekunder tidak diketahui.

Jika persalinan dianggap sebagai pemicu vaginismus sekunder, Robbi mengatakan, proses persalinan normal mungkin tidak disarankan. Namun faktanya, beberapa perempuan yang melahirkan melalui operasi caesar pun ada yang mengalami vaginismus sekunder.

Vaginismus dapat dialami siapa saja dan kapan saja, tanpa ada yang tahu penyebabnya.

"Bagi siapapun yang was was apakah dirinya akan terkena vaginismus atau tidak, berhentilah was was. Hidup saja seperti biasa. Karena vaginismus memang tidak bisa diprediksi ataupun dicegah," tulis Robbi.

Karena tidak diketahui penyebabnya, langkah untuk mencegahnya pun tidak ada.

Terapi

Perempuan dengan vaginismus dapat melakukan latihan di rumah untuk belajar mengendalikan dan mengendurkan otot-otot di sekitar vagina.

Dilansir WebMD, pendekatan ini disebut desensitisasi progresif. Idenya adalah untuk membuat nyaman dengan penyisipan.

Pertama, lakukan latihan Kegel dengan mengencangkan otot yang sama yang Anda gunakan untuk menghentikan aliran urin saat buang air kecil:

  • Kencangkan otot-otot di sekitar vagina
  • Tahan selama 2 hingga 10 detik
  • Lemaskan otot

Lakukan sekitar 20 kegel sekaligus. Anda dapat melakukannya dalam setiap hari.

Setelah beberapa hari melakukan latihan kegel, masukkan satu jari, hingga sekitar sendi buku jari pertama, di dalam vagina saat melakukan latihan.

Saat melakukan ini, potonglah kuku terlebih dahulu dan gunakan jel pelumas. Atau lakukan latihan di bak mandi, di mana air adalah pelumas alami.

Mulailah dengan satu jari dan lanjutkan hingga tiga jari.

Anda akan merasakan otot-otot vagina berkontraksi di sekitar jari Anda, dan Anda bisa mengeluarkan jari jika merasa tidak nyaman.

Dokter Yeni mengungkap, terapi untuk penderita vaginismus seharusnya merupakan kolaborasi antara psikiater dan ginekolog. Kombinasi terapi edukasi adalah terapi dengan dilator vagina dan pelvic physical therapy untuk meningkatkan keberhasilan terapi.

"Tapi ada juga yang hanya butuh diajak bicara, dikasih pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya vaginismus itu, kemudian berkomunikasi dengan pasangan tanpa terapi lainnya juga bisa teratasi atau sembuh sendiri," ucap dr Yeni. 

Baca juga: Halo Prof! Vaginismus Itu Penyakit Sungguhan atau Bukan?

Seperti kata Dian Mustika, vaginismus tidak disebabkan oleh penyakit psikis. Namun vaginismus dapat menyebabkan penyakit psikis. Terpenting, vaginismus bisa disembuhkan.

Untuk informasi lebih banyak, Anda bisa menuju instagram @vaginismusindonesia. Akun yang dikelola oleh dr Robbi Asri Wicaksono, SpOG, dokter kandungan dan ginekolog yang terus mendukung vaginismus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau