Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Terobosan Signifikan", Ahli Duplikat Virus Corona untuk Tangani Wabah

Kompas.com - 29/01/2020, 11:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah ilmuwan di Australia menjadi yang pertama dalam menciptakan ulang virus corona baru di luar China. Mereka menyebutnya "terobosan signifikan".

Hasil penelitian ini akan dibagikan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan harapan dapat membantu upaya diagnosa dan menangani virus tersebut.

Para ilmuwan di China sebelumnya telah berbagi runutan genom virus corona yang baru, namun bukan virus itu sendiri.

Wabah virus corona tersebut telah menewaskan 106 orang di China dan menginfeksi lebih dari 4.500 orang.

Baca juga: WHO Akui Salah Nilai Risiko Virus Corona

Ada sedikitnya 47 kasus di 15 negara lain, termasuk di Thailand, Prancis, AS, dan Australia. Namun sejauh ini belum ada pasien dengan virus corona di luar China yang meninggal dunia.

Para peneliti dari Peter Doherty Institute for Infection and Immunity di Melbourne, Australia, menyatakan berhasil mengembangkan duplikat virus corona baru dari seorang pasien yang tertular.

Dilansir ABC News, Rabu (29/1/2020), tim ilmuwan mendapat sampel virus dari seorang pasien yang terinfeksi sejak Jumat (24/01/2020).

"Kami berhasil mengembangkannya (virus). Fantastis," ucap Mike Catton, wakil direktur Doherty Institute antusias.

Kepada ABC, dokter Catton mengatakan bahwa penemuan ini sangat penting untuk mendapatkan vaksin virus corona Wuhan yang tepat.

Nantinya, para ilmuwan akan menguji setiap vaksin potensial dan bagaimana reaksinya terhadap virus di laboratorium.

Ini juga akan memungkinkan para peneliti mengembangkan tes untuk mengidentifikasi orang yang mungkin terinfeksi virus, bahkan sebelum salah satu gejala muncul.

Untuk kasus virus corona di Australia, pasien yang menunjukkan gejala awal terinfeksi menjalani pengujian di rumah sakit.

Kemudian sampelnya dikirim ke Doherty Institute, satu-satunya laboratorium di Australia yang dapat menguji sampel dan memberikan hasil akurat apakah seseorang terinfeksi virus corona atau tidak.

Harapan untuk mengubah keadaan

Sejak duplikat virus berhasil dikembangkan Catton dan timnya, ini akan memberi gambaran tentang virus corona 2019-nCoV ke dunia dan bagaimana meresponsnya.

Para dokter mengatakan duplikat virus yang ditemukan para peneliti dapat berfungsi sebagai materi kontrol dan bakal mengubah keadaan untuk kepentingan diagnosis.

Berkat duplikat virus ini, para dokter bisa mengembangkan tes pra-diagnosis yang bisa mendeteksi keberadaan virus pada orang-orang yang belum menunjukkan gejala apapun.

Pemimpin tim ilmuwan, Julian Druce berkata, timnya sudah bekerja keras untuk memahami lebih banyak tentang Novel coronavirus yang telah merenggut 106 nyawa di China dan menginfeksi lebih dari 4.200 orang di seluruh dunia.

"Kami mengamati selama 10-12 jam, baru selesai pukul 2.00 pagi. Kami telah merancang dan merencanakan latihan seperti ini selama beberapa tahun. Inilah yang dibangun Doherty Institute," kata Druce.

"Karena sudah berlatih sejak lama, kami bisa mendapat hasilnya pada Jumat. Ini untuk diagnosis, deteksi, penguruta, dan isolasi pasien," imbuhnya.

Berbahaya, tapi tidak usah khawatir

Catton yang merupakan ahli patologi mengatakan, 2019-nCoV adalah virus tingkat tiga.

"Itu berdasarkan pemahaman kami tentang SARS dan MERS, yang merupakan sepupu dekat 2019-nCoV," kata Catton.

Virus tingkat tiga artinya, virus tersebut berbahaya. Namun tidak semematikan virus Ebola.

Catton mengatakan, diagnosa awal virus corona 2019-nCoV penting dilakukan untuk memberi otoritas kesehatan di seluruh dunia agar bisa menaham penyebarannya.

"Saya masih mengatakan, virus ini (2019-nCoV) berbahaya. Tapi tidak usah khawatir," katanya.

Pasalnya, virus corona 2019-nCoV tidak memiliki tingkat kematian sebanyak SARS.

"SARS tingkat kematiannya 10 persen. Kalau Virus corona yang baru ini, tampaknya 3 persen. Menurut saya, ini artinya tingkat kematian 2019-nCoV lebih rendah dibanding SARS," jelasnya.

Baca juga: Mana yang Lebih Berbahaya: Virus Corona Wuhan, SARS, atau MERS?

Pihak berwenang China mengatakan virus ini—seperti flu pada umumnya—bisa menyebar selama periode inkubasi.

Namun WHO menyatakan belum jelas apakah virus yang berada pada satu orang bisa menjangkiti orang selanjutnya sebelum gejala-gejala pada orang pertama muncul.

"Tes antibodi akan memampukan kami untuk menguji pasien-pasien terduga sehingga kami bisa mengumpulkan gambaran lebih akurat seberapa luas sebaran virus ini dan, konsekuensinya antara lain, [mengetahui] jumlah kematian yang sesungguhnya," kata Dr Catton dilansir BBC News.

"Tes ini juga akan membantu dalam penilaian tingkat efektivitas vaksin-vaksin yang diuji coba."

Menurut WHO, periode inkubasi virus corona yang baru berkisar antara dua hingga 10 hari.

Dalam beberapa hari terakhir, jumlah kasus virus corona di China meningkat pesat meski aparat telah berupaya membendung penyebarannya, antara lain menutup Kota Wuhan di Provinsi Hubei—tempat asal-mula virus tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau