Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Simulasi Virus Corona, 65 Juta Orang Bisa Meninggal dalam Setahun

Kompas.com - 27/01/2020, 17:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang ilmuwan telah memprediksi akan terjadinya kembali pandemi disebabkan oleh coronavirus (virus corona), bahkan bisa menyebabkan 65 juta orang meninggal dunia.

Seorang ilmuwan bernama Eric Toner di Johns Hopskins for Health Security pada tahun lalu telah membuat model terkait apa yang akan terjadi jika virus corona yang mematikan mencapai skala pandemi.

Hasil dari skenario tersebut memprakirakan 65 juta orang bisa mati dalam 18 bulan. Hasil studi dirinya tersebut membuat Eric tidak terkejut ketika ada berita tentang wabah misterius akibat virus corona di Wuhan.

Eric telah melakukan simulasi pandemi global yang melibatkan virus corona kurang dari tiga bulan sebelum virus corona (2019-nCoV) mencuat.

Baca juga: Studi: Penyebaran Virus Corona Wuhan Jauh Sebelum Kasus Pertama Muncul

Seperti yang diketahui, virus corona berpengaruh kepada saluran pernapasan. Seperti penyakit pneumonia, pilek atau bahkan radang paru.

Bahkan pada awal tahun 2000-an, di China telah terjadi wabah sindrom pernapasan akut akibat virus corona. Waktu itu sekitar 8.000 orang terjangkit dan 774 orang meninggal dunia.

"Saya sudah lama berpikir bahwa virus yang paling mungkin menyebabkan pandemi baru adalah virus corona," kata Eric seperti dilansir dari Business Insider, Kamis (23/1/2020).

Wabah di Wuhan tidak dianggap sebagai pandemi. Virus ini telah dilaporkan di beberapa negara lain seperti Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Singapura, dan Arab Saudi.

Sejauh ini, virus corona telah menyebabkan 56 orang meninggal dunia dan lebih dari 2000 orang yang terinfeksi virus.

Simulasi pandemi virus CAPS

Eric membuat simulasi dengan virus fiksi yang disebut CAPS.

Analisis bagian dari kolaborasi dengan Forum Ekonomi Dunia dan Yayasan Bill dan Melinda Gates, melihat kemungkinan yang akan terjadi jika pandemi berasal dari peternakan babi di Brasil.

Ini seperti virus corona dari Wuhan yang juga berasal dari pasar makanan laut yang menjual hewan hidup.

Virus dalam simulasi yang dilakukan Eric akan tahan terhadap vaksin modern jenis apapun. Hal itulah yang membuat virus simulasi itu lebih mematikan daripada SARS, tetapi seolah lebih ringan dari gejala flu.

Baca juga: Jangan Salah, Begini Cara Pakai Masker untuk Cegah Virus Corona

Dalam simulasi, wabah tersebut mulai menyebar dari kecil hingga berpengaruh ke beragam sektor. Petani mulai mengalami gejala seperti flu dan pneumonia. Dari sana, virus menyebar ke lingkungan perkotaan yang padat dan miskin di Amerika Selatan.

Selain itu, penerbangan dibatalkan dan pemesanan perjalanan turun hingga 45 persen, serta informasi palsu atau hoaks menyebar di media sosial.

Setelah enam bulan, virus telah menyebar ke seluruh dunia, dan setahun kemudian (18 bulan) virus itu telah menewaskan 65 juta orang.

Sulitnya membuat vaksin virus corona

Dalam simulasi CAPS tersebut, para ilmuwan tidak dapat mengembangkan vaksin pada waktunya untuk menghentikan pandemi.

Hal ini dianggap asumsi yang realistis karena bahkan virus corona yang asli seperti SARS atau MERS belum memiliki vaksin. Padahal, SARS atau MERS membunuh lebih dari 840 orang sejak 2012.

"Jika kita bisa membuatnya (vaksin) sehingga kita bisa memiliki vaksin dalam beberapa bulan, bukan tahun atau dekade, itu akan mengubah alur kejadiannya," kata Eric.

Baca juga: Cegah Virus Corona, 19 Pintu Masuk Indonesia Diperketat, Ini Daftarnya

Namun bukan hanya vaksin potensial yang perlu dipikirkan, melainkan juga skala distribusi.  Jika para ilmuwan tidak menemukan cara untuk mengembangkan vaksin lebih cepat, kata Eric, wabah berbahaya akan terus menyebar.

Penyakit menular dapat cepat berkembang biak karena perkotaan semakin padat, dan kurangnya ruang untuk kehidupan satwa liar.

"Itulah bagian dari dunia yang kita tinggali sekarang. Kita berada di zaman epidemi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com