Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hasil Simulasi Virus Corona, 65 Juta Orang Bisa Meninggal dalam Setahun

KOMPAS.com - Seorang ilmuwan telah memprediksi akan terjadinya kembali pandemi disebabkan oleh coronavirus (virus corona), bahkan bisa menyebabkan 65 juta orang meninggal dunia.

Seorang ilmuwan bernama Eric Toner di Johns Hopskins for Health Security pada tahun lalu telah membuat model terkait apa yang akan terjadi jika virus corona yang mematikan mencapai skala pandemi.

Hasil dari skenario tersebut memprakirakan 65 juta orang bisa mati dalam 18 bulan. Hasil studi dirinya tersebut membuat Eric tidak terkejut ketika ada berita tentang wabah misterius akibat virus corona di Wuhan.

Eric telah melakukan simulasi pandemi global yang melibatkan virus corona kurang dari tiga bulan sebelum virus corona (2019-nCoV) mencuat.

Seperti yang diketahui, virus corona berpengaruh kepada saluran pernapasan. Seperti penyakit pneumonia, pilek atau bahkan radang paru.

Bahkan pada awal tahun 2000-an, di China telah terjadi wabah sindrom pernapasan akut akibat virus corona. Waktu itu sekitar 8.000 orang terjangkit dan 774 orang meninggal dunia.

"Saya sudah lama berpikir bahwa virus yang paling mungkin menyebabkan pandemi baru adalah virus corona," kata Eric seperti dilansir dari Business Insider, Kamis (23/1/2020).

Wabah di Wuhan tidak dianggap sebagai pandemi. Virus ini telah dilaporkan di beberapa negara lain seperti Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Singapura, dan Arab Saudi.

Sejauh ini, virus corona telah menyebabkan 56 orang meninggal dunia dan lebih dari 2000 orang yang terinfeksi virus.

Simulasi pandemi virus CAPS

Eric membuat simulasi dengan virus fiksi yang disebut CAPS.

Analisis bagian dari kolaborasi dengan Forum Ekonomi Dunia dan Yayasan Bill dan Melinda Gates, melihat kemungkinan yang akan terjadi jika pandemi berasal dari peternakan babi di Brasil.

Ini seperti virus corona dari Wuhan yang juga berasal dari pasar makanan laut yang menjual hewan hidup.

Virus dalam simulasi yang dilakukan Eric akan tahan terhadap vaksin modern jenis apapun. Hal itulah yang membuat virus simulasi itu lebih mematikan daripada SARS, tetapi seolah lebih ringan dari gejala flu.

Dalam simulasi, wabah tersebut mulai menyebar dari kecil hingga berpengaruh ke beragam sektor. Petani mulai mengalami gejala seperti flu dan pneumonia. Dari sana, virus menyebar ke lingkungan perkotaan yang padat dan miskin di Amerika Selatan.

Selain itu, penerbangan dibatalkan dan pemesanan perjalanan turun hingga 45 persen, serta informasi palsu atau hoaks menyebar di media sosial.

Setelah enam bulan, virus telah menyebar ke seluruh dunia, dan setahun kemudian (18 bulan) virus itu telah menewaskan 65 juta orang.

Sulitnya membuat vaksin virus corona

Dalam simulasi CAPS tersebut, para ilmuwan tidak dapat mengembangkan vaksin pada waktunya untuk menghentikan pandemi.

Hal ini dianggap asumsi yang realistis karena bahkan virus corona yang asli seperti SARS atau MERS belum memiliki vaksin. Padahal, SARS atau MERS membunuh lebih dari 840 orang sejak 2012.

"Jika kita bisa membuatnya (vaksin) sehingga kita bisa memiliki vaksin dalam beberapa bulan, bukan tahun atau dekade, itu akan mengubah alur kejadiannya," kata Eric.

Namun bukan hanya vaksin potensial yang perlu dipikirkan, melainkan juga skala distribusi.  Jika para ilmuwan tidak menemukan cara untuk mengembangkan vaksin lebih cepat, kata Eric, wabah berbahaya akan terus menyebar.

Penyakit menular dapat cepat berkembang biak karena perkotaan semakin padat, dan kurangnya ruang untuk kehidupan satwa liar.

"Itulah bagian dari dunia yang kita tinggali sekarang. Kita berada di zaman epidemi," ujarnya.

https://sains.kompas.com/read/2020/01/27/170300323/hasil-simulasi-virus-corona-65-juta-orang-bisa-meninggal-dalam-setahun

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke