Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Sinisme Kita pada Keraton Agung Sejagat Ancam Kebudayaan Jawa Tradisional

Kompas.com - 24/01/2020, 19:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mudjahirin Thohir, guru besar antropologi budaya Universitas Diponegoro Semarang menyebutkan bahwa ritual dan simbol-simbol dalam kebudayan Jawa menjadi sarana penting untuk mewujudkan penghormatan kepada Tuhan dan cara manusia mewujudkan penghormatan kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan, jadi tidak boleh sembarangan digunakan.

Masyarakat Jawa menggunakan makna simbolik dalam aktivitas kebudayaan sebagai pedoman hidup yang sudah mengakar. Mereka melakukan ritual kebudayaan sebagai doa dan bentuk rasa bersyukur kepada Tuhan atas keselamatan, kesehatan, dan rezeki.

Pelbagai produk kebudayaan yang berasal dari keraton, antara lain berupa seni tari, tembang, karawitan, tingkat tutur bahasa dan upacara adat, yang dipercaya menjadi sarana mengajarkan pendidikan karakter kepada generasi penerus.

Sikap sinis masyarakat yang muncul terhadap keberadaan simbol-simbol kebudayaan Jawa dapat mengancam kesakralan simbol-simbol tersebut.

Persepsi sinis juga muncul karena sentimen agama yang begitu kuat. Tidak bisa dimungkiri bahwa di tengah masyarakat ada golongan yang mempersepsikan kebudayaan merupakan antitesis dari agama.

Meski pemerintah menyatakan agama dan kebudayaan tak bisa dipisahkan, tapi realitas di lapangan menunjukkan hal berbeda.

Konflik sebagai akibat aktivitas kebudayaan, termasuk beribadah menurut agama dan kepercayaan, terus terjadi. Konflik itu didasarkan pada asumsi bahwa berkebudayaan dengan semua atributnya adalah aktivitas di luar keagamaan yang menjadi sarana mendelegitimasi agama itu sendiri.

Kasus keraton palsu semakin mempertebal persepsi sinis golongan ini karena memperkuat argumen mereka bahwa ada aktivitas kebudayaan yang mengesampingkan dimensi ketuhanan dan harus ditinggalkan. Pemahaman seperti ini yang bisa mengancam aktivitas kebudayaan tradisional karena keberadaannya dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Dampak buruk

Sikap sinisme masyarakat atas kebudayaan Jawa akibat kasus keraton palsu dapat memberi dampak buruk terhadap upaya pelestarian kebudayaan Jawa.

Setelah kasus keraton palsu, beberapa orang yang meragukan keberadaan simbol-simbol Jawa dan organisasi terkait yang sebenarnya sudah mendapat pengakuan dari negara dan pemangku kebijakan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+