KOMPAS.com - Penyakit pneumonia ramai dibahas beberapa pekan terakhir setelah ada wabah pneumonia jenis baru di Wuhan, China.
Pneumonia sendiri telah menyebabkan kematian lebih dari 800.000 balita setiap tahun, atau lebih dari 2.000 kasus per hari.
Sekitar 80 persen kematian akibat pneumonia pada anak terjadi pada kelompok usia kurang dari dua tahun dan kasus tersebut paling banyak terjadi di negara berkembang seperti di wilayah Asia Tenggara dan Afrika.
Di Indonesia, pada 2018 terdapat 19.000 balita yang meninggal akibat pneumonia. Artinya lebih dari dua anak meninggal setiap jam akibat pneumonia.
Bahkan pneumonia disebutkan menjadi penyebab kematian bayi dan balita nomor satu di Indonesia.
Baca juga: Mengenal Virus Corona atau Pneumonia Wuhan yang Sedang Mewabah
Ketua UKK Respirologi, DR Dr Nastiti Kaswandani SpA(K), mengatakan bahwa pneumonia merupakan peradangan pada jaringan paru yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.
"Dalam anatomi sistem respiratorik atau saluran pernapasan itu, gangguan bisa terjadi di hidung, sinus, bronkus, bronkiolus dan lainnya. Nah, pneumonia itu sendiri terjadi atau menggangu bagian saluran pernapasan yaitu alveolus," kata Nastiti dalam acara bertajuk Stop Pneumonia! Beraksi Sekarang di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Lebih lanjut lagi, dijelaskan Nastiti bahwa Alveolus itu adalah bagian paling bawah dari saluran pernapasan di dalam paru yang berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen.
Pada saat terjadinya masalah dan gangguan bakteri, virus, ataupun jamur di alveolus, maka fungsi paru akan terhambat.
"Nah, saluran pernapasan ini kalau pada bayi atau balita masih pendek, jadi itu bakteri atau kumannya bisa dengan cepat sekali masuk dan mengganggu di alveolus," jelasnya.
Pada saat yang sama juga, diameter saluran paru pada bayi atau balita juga masih kecil dan tidak seperti orang dewasa; sehingga saat terjadi gangguan, bayi dan balita akan sangat mudah mengalami gejala sesak napas yang bervariasi dan berlebihan, dan buruknya berujung pada kematian.
Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering adalah pneumokokus (Streptococcus pneumonia) dan Hib (Hemophilus influenza tipe B).
Sementara itu, virus penyebab pneumonia tersering yaitu respiratory syncytial virus (RSV), selain virus influenza, rhinovirus, dan virus campak (morbili) yang dapat menyebabkan komplikasi berupa pneumonia.
Sementara itu, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan, pneumonia tidak hanya menyerang balita. Siapa saja dapat terserang penyakit yang mengganggu pernapasan ini. Mulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut.
Pneumonia dibagi menjadi tiga, yakni:
Ketiga jenis pneumonia ini dibedakan berdasarkan darimana sumber infeksi.
Pneumonia yang sering terjadi dan dapat bersifat serius bahkan kematian yaitu pneumonia komunitas.
Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi di negara berkembang. Pneumonia menyerang sekitar 450 juta orang setiap tahunnya.
Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu sekitar 2 persen sedangkan tahun 2013 adalah 1,8 persen.
Berdasarkan data Kemenkes 2014, jumlah penderita pneumonia di Indonesia pada 2013 berkisar antara 23 sampai 27 persen. Dari angka itu, kematian akibat pneumonia sebesar 1,19 persen.
Tahun 2010, pneumonia di Indonesia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit dengan crude fatality rate (CFR) atau angka kematian penyakit tertentu pada periode waktu tertentu dibagi jumlah kasus adalah 7,6 persen.
Meski dapat menyerang siapa saja, bayi dan anak berusia dua tahun berisiko tinggi tertular pneumonia. Ini karena sistem kekebalan tubuh anak belum berkembang sepenuhnya.
Selain itu, mereka yang berusia di atas 65 tahun juga memiliki risiko tinggi tertular pneumonia karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang kurang mampu melawan infeksi.
Dilansir lung.org, seseorang yang mengidap pneumonia akan membuat oksigen yang dihirup sulit masuk ke aliran darah.
Hal ini menyebabkan beberapa gejala muncul, dari level ringan hingga berat.
Nastiti menyampaikan, sebelum terjadi pneumonia, biasanya pasien mengalami selesma dengan gejala batuk, pilek, dan demam. Dengan mengalami tanda-tanda seperti peningkatan laju napas, hingga terjadi sesak napas semakin berat.
Penyebaran pneumonia sering terjadi lewat batuk, bersin, sentuhan.
Namun, mereka yang tidak menunjukkan gejala di atas juga dapat menyebarkan pneumonia.
Puluhan ribu orang meninggal akibat pneumonia setiap tahun.
Kebiasaan gaya hidup seperti merokok, penyalahgunaan narkoba, dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko pneumonia.
Selain kebiasaan, paparan bahan kimia tertentu seperti polutan atau asap beracun, termasuk paparan asap rokok juga turut menjadi faktor risiko.
Faktor lainnya adalah risiko kondisi medis.
Baca juga: Pneumonia Bisa Dicegah, Ini Daftar Vaksinnya
Menurut lung.org, faktor kondisi medis antara lain: