KOMPAS.com - Gejala kesehatan sekecil apapun yang terjadi pada bayi atau balita sepatutnya dicurigai. Terutama pola pernapasannya, bisa jadi itu adalah salah satu dari gejala atau tanda-tanda pneumonia.
Mengapa mengetahui tanda-tanda pneumonia menjadi hal yang penting dilakukan?
Ketua UKK Respirologi, DR Dr Nastiti Kaswandani SpA(K), mengatakan bahwa meskipun pneumonia merupakan salah satu pembunuh balita yang terbesar, deteksi dini dapat dilakukan dengan mengenali tanda-tanda pneumonia tersebut.
"Jadi kita bisa melihat tanda-tanda pneumonia itu apakah anak kita mengalami salah satunya atau tidak. Jika iya jangan tunda sampai lebih berbahaya lagi," kata Nastiti dalam acara bertajuk Stop Pneumonia! Beraksi Sekarang di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Berikut adalah tanda-tanda pneumonia secara umum:
Baca juga: Malnutrisi hingga Kumis Pa Joko, Inilah 7 Faktor Risiko Pneumonia
Sebelum terjadi pneumonia, biasanya pasien atau bayi dan balita mengalami selesma dengan gejala batuk, batuk rejan (pertusis), pilek, dan demam.
Hal inilah yang membuat orangtua bayi dan balita sering salah mengira pneumonia sebagai selesma yang berbahaya. Pasalnya, dokter pun mengakui bahwa memang sulit membedakan selesma dengan pneumonia awal tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
Dijelaskan oleh Nastiti, bahwa sesak napas sebagai tanda pneumonia memiliki perbedaan dengan gejala penyakit lainnya.
Kondisi sesak pneumonia terjadi karena adanya tarikan dinding dada bagian bawah (retraksi) atau disebut chest indrawing setiap kali anak menarik napas.
Ketika bayi dengan pneumonia bernapas, terlihat seperti cekungan di dada bayi yang menyerupai kondisi gizi buruk, di mana bentuk rusuk terlihat dengan jelas.
Baca juga: Apa Itu Pneumonia, Penyakit yang Membunuh 19.000 Balita di Indonesia?
"Tanda-tanda balita mengalami pneumonia adalah bila terdapat peningkatan laju napas, hingga terjadi sesak napas yang semakin berat," ujar Nastiti.
Napas cepat (takipnu) merupakan tanda pneumonia yang penting, kata Nastiti. Oleh karena itu kader kesehatan perlu mengenali tanda awal ini dengan cara menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh.
"Sebenarnya, sudah banyak alat praktis yang bisa digunakan di rumah oleh Anda, atau kalau tidak ada alat praktis medisnya, bisa gunakan jam untuk menghitung berapa kali bayi atau balita Anda bernapas dalam hitungan menit," tuturnya.
Batasan laju napas cepat pada bayi berusia kurang dari dua bulan adalah lebih atau sama dengan 60 kali per menit.
Pada bayi 2-12 bulan adalah 50 kali per menit, dan pada usia 1-5 tahun adalah 40 kali per menit.