KOMPAS.com - Sejumlah alasan pemecatan Direktur Utama TVRI Helmy Yahya diungkap Ketua Dewan Pengawas (Dewas) TVRI Arif Hidayat Thamrin pada rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR.
Mulai dari mengejar share dan rating, siaran Liga Inggris, hingga yang tak kalah menarik adalah buaya Afrika dalam tayangan Discovery Channel ikut dibahas dalam rapat tersebut.
"Realisasinya sekarang kita nonton Liga Inggris mungkin banyak yang suka. Discovery Channel kita nonton buaya di Afrika, padahal buaya di Indonesia barangkali akan lebih baik," ujar Arif di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Dari apa yang disampaikan Arif, tak dimungkiri bahwa buaya di Afrika dan buaya di Indonesia memang lain. Namun, apa saja bedanya?
Baca juga: Terancam Punah, 100 Buaya Gharial yang Unik Lahir di Nepal
Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi pakar herpetologi (cabang ilmu zoologi yang mempelajari reptilia dan amfibia) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy.
"Buaya Afrika dan Indonesia beda, jenisnya juga beda," kata Amir kepada Kompas.com, Kamis (23/1/2020).
Salah satu buaya Afrika yang paling terkenal adalah buaya nil, sedangkan buaya yang paling terkenal di Indonesia adalah buaya muara.
Keduanya merupakan spesies berukuran besar dan paling banyak berkonflik dengan manusia.
"Buaya itu binatang predator. Semakin besar ukurannya, semakin besar pula makanan yang dikonsumsi, termasuk manusia," kata Amir.
1. Buaya nil (Crocodylus niloticus)
Salah satu buaya dari Afrika yang paling terkenal adalah buaya nil.
Buaya nil (Crocodylus niloticus) adalah salah satu dari empat spesies buaya yang dapat ditemukan di Afrika.
Reptil pemakan daging yang bisa hidup sampai 45 tahun itu termasuk spesies buaya terbesar kedua. Panjangnya bisa mencapai 5 meter dan bobot 226 kilogram.
Dilansir National Geographic, buaya nil kerap dijuluki sebagai pemakan manusia yang kejam.
Habitat buaya nil ada di air tawar. Banyaknya habitat buaya nil yang berdekatan dengan permukiman penduduk membuat buaya nil sering bersinggungan dengan manusia.
Hal ini diperparah dengan pola makan buaya nil yang tanpa pandang bulu. Jika dia melihat manusia mencuci di tepian sungai, itu sama lezatnya dengan gerombolan rusa yang sedang bermigrasi.
Diperkirakan ada 200 orang meninggal setiap tahun karena buaya nil.
Untuk diketahui, buaya nil memiliki moncong besar dan warna kulitnya keabuan gelap. Kulitnya akan semakin gelap saat dewasa.
2. Buaya Afrika Barat (Crocodylus suchus)
Buaya Afrika Barat (Crocodylus suchus) adalah spesies yang berbeda dengan buaya nil. Spesies ini memiliki moncong yang lebih sempit dan lebih kecil dibanding buaya nil.
Awalnya buaya Afrika Barat dianggap sama dengan buaya nil.
Namun, setelah Evon Hekkala dari Universitas Fordham di New York mengurutkan gen dari 123 buaya nil hidup dan 57 spesimen museum, termasuk mumi buaya berusia 2.000 tahun, barulah diketahui bahwa ada dua spesies buaya berbeda.
Kalau buaya nil disebut sangat agresif hingga bisa memakan manusia, buaya Afrika Barat justru sebaliknya.
Buaya Afrika Barat cenderung memiliki sisik besar dan kasar.
3. Buaya Afrika Tengah (Mecistops leptorhynchus)
Buaya bertubuh ramping Afrika Tengah (M. leptorhynchus) baru ditemukan pada 2018 lalu.
Buaya ini ditemukan di Kamerun hingga Tanzania. Awalnya, buaya ini dianggap sebagai spesies yang sama dengan buaya Afrika Barat. Namun, kedua buaya itu sebenarnya sangat berbeda.
M. leptorhynchus memiliki sisik yang lebih kecil dan lebih lembut daripada buaya Afrika Barat. Sementara buaya Afrika Barat cenderung memiliki sisik lebih besar dan kasar.
Selain itu, M. leptorhynchus juga memiliki tubuh ramping berukuran sedang, memiliki moncong panjang dan ramping, serta hidup di habitat air tawar.
Menurut peneliti, perbedaan yang utama terletak pada gen.
Analisis pada gen menunjukkan bahwa kedua spesies buaya itu terpisah lebih dari delapan juta tahun yang lalu.
Indonesia merupakan negara dengan banyak rawa, sungai, muara, dan laut. Karena kondisi geografis Indonesia, negara kita juga dihuni oleh banyak buaya.
Setidaknya ada tiga jenis buaya yang tinggal di Indonesia, antara lain:
1. Buaya siam (Crocodylus siamensis)
Buaya siam (Crocodylus siamensis) juga sering disebut buaya kodok oleh orang Jawa.
Buaya jenis ini banyak ditemukan di Jawa dan Kalimantan. Mereka tinggal di perairan tenang, seperti rawa atau sungai besar.
Selain ditemukan di Jawa dan Kalimantan, buaya ini juga bisa ditemukan di Thailand, Malaysia, Laos, Kamboja, dan Vietnam.
Buaya siam ukurannya cukup kecil, hanya 2 sampai 3 meter.
Pada musim hujan seperti saat ini, buaya siam akan bertelur. Sekali bertelur, mereka dapat menghasilkan 20 sampai 80 butir telur.
Telur-telur itu akan menetas dalam waktu 80 hari.
2. Buaya muara (Crocodylus porosus)
Buaya muara memiliki nama latin Crocodylus porosus. Ukuran buaya muara ini termasuk besar, sekitar 7-8 meter dengan berat 200 kilogram.
Buaya muara banyak ditemukan di hulu sungai hingga ke laut.
Dilansir Bobo, menurut ahli reptil dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hellen Kurniati, buaya paling ganas yang ada di Indonesia adalah buaya muara.
Baca juga: Kisah Nahas dari Zambia, Buaya Mati Tertindih Gajah Mati
3. Buaya Irian (Crocodylus novaeguneae)
Sesuai namanya, buaya ini hidup di perairan tawar Papua. Secara fisik buaya Irian mirip dengan buaya muara.
Namun yang membedakan, buaya Irian berukuran lebih kecil dan memiliki warna lebih gelap dibanding buaya muara.
Sisik buaya Irian lebih besar jika dibandingkan sisik buaya lainnya.
Buaya Irian jantan panjangnya mencapai 3,3 meter, dan yang betina 2,6 meter.
Berbeda dari buaya siam, buaya Irian bertelur saat musim kemarau. Sayangnya, telur buaya Irian terus dicari sehingga jumlah yang menetas sedikit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.