Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Panas Bisa Terjadi di Dalam Laut, Dampaknya Sangat Buruk

Kompas.com - 16/01/2020, 20:03 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

Sumber CNN

KOMPAS.com – Sepanjang musim panas 2015 dan musim semi 2016, setidaknya satu juta burung laut mati karena kelaparan.

Burung laut tersebut berjenis common murre. Tubuh burung-burung ini ditemukan di sepanjang pesisir barat Amerika Utara, dari California sampai Alaska.

Kini, para ilmuwan akhirnya mengetahui penyebab fenomena tersebut. Hal itu berkaitan dengan meningkatnya temperatur laut di Samudera Pasifik. Para ilmuwan menyebutnya “Blob”.

Blob bisa dideskripsikan sebagai efek dari gelombang panas (heat wave) yang terjadi di dalam laut. Blob juga pernah muncul pada 2013, kemudian pada 2015 ketika dimulainya fenomena cuaca yaitu El Nino.

Baca juga: BMKG Tegaskan Indonesia Tidak Akan Alami Gelombang Panas

Gelombang panas yang terjadi di dalam laut menghasilkan Blob, fenomena di mana suhu laut meningkat sebesar 3-6 derajat Celcius dengan jarak sekitar 1.600 Km.

Peningkatan suhu laut tersebut menghancurkan ekosistem yang ada di dalamnya. Terdapat penurunan drastis jumlah alga serta banyak hewan laut, dari udang sampai paus.

Peningkatan suhu tersebut juga menimbulkan munculnya alga beracun yang berserakan di sepanjang pesisir barat Amerika Utara. Semakin banyak hewan yang mati karena memakan alga tersebut.

Beberapa jenis hewan lain yang diprediksi mati dalam jumlah masif antara lain singa laut, tufted puffin, dan paus baleen. Namun dari segi skala dan banyaknya jumlah, tak ada yang melampaui common murres.

Sekitar 62.000 murres terdampar di pesisir lautan. Diperkirakan total ada satu juta murres mati, tutur para peneliti dari University of Washington yang mempublikasikan penelitian mereka di Plos One.

Sekitar 4.600 bangkai burung ditemukan dalam satu kilometer.

Koloni burung MurreCNN Koloni burung Murre

Burung-burung ini mati kelaparan karena tidak ada ikan atau hewan kecil yang bertahan akibat Blob. Populasi burung ini menjadi sangat memprihatinkan setelahnya.

“Skala kerusakan dari Blob sangat mengkhawatirkan. Ini merupakan peringatan yang sangat penting karena berdampak langsung pada ekosistem lautan,” tutur ketua peneliti John Piatt dari University of Washington seperti dikutip dari CNN, Kamis (16/1/2020).

Mengapa gelombang panas dan Blob bisa terjadi di dari dalam laut? Para peneliti memprediksikan bahwa fenomena ini berkaitan dengan pemanasan global.

“Pemanasan global berkaitan dengan gelombang panas,” tutur Piatt.

Baca juga: 5 Cara Hadapi Gelombang Panas dan Penjelasan Ilmiahnya

Ada beberapa gelombang panas laut lainnya yang terjadi beberapa waktu lalu. Pada September 2019, peneliti dari University of Washington menemukan Blob terbentuk di pesisir wilayah Washington.

Blob lainnya juga terbentuk di pesisir timur Selandia Baru. Blob satu ini sangat besar, bahkan terlihat dari angkasa. Ukurannya sekitar satu juta kilometer, lebih besar dari ukuran Texas.

Dari 1982-2016, jumlah terjadinya gelombang panas dalam laut meningkat sebesar 82 persen. Gelombang panas juga meningkat dari segi frekuensi dan durasi, dengan konsentrasi terbesar di Atlantik Utara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau