Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, 11,5 Miliar Tahun Lalu Bima Sakti Pertama Kali Terbentuk

Kompas.com - 15/01/2020, 10:34 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

Sumber Futurity


KOMPAS.com - Peneliti berusaha mengungkapkan kapan Bima Sakti mulai terbentuk dari kumpulan galaksi-galaksi.

Hasilnya menemukan, sebuah tabrakan galaksi yang terjadi sekitar 11,5 miliar tahun lalu, bergabung menjadi satu kesatuan membentuk Bima Sakti.

Bagaimana peristiwa itu terjadi?

Profesor dan Ketua Astronomi di Universitas Yale sekaligus penulis jurnal baru di Nature Astronomy Sarbani Basu menjelaskan, ini bermula ketika ada sebuah galaksi kecil bernama Gaia-Enceladus menghantam apa yang ada di Bima Sakti, yang berusia sekitar 13,5 miliar tahun.

Baca juga: Massa Bima Sakti Akhirnya Terungkap, Setara 890 Miliar Matahari

"Kita tahu hari ini bahwa Bima Sakti dibentuk oleh penggabungan banyak galaksi kecil. Ini adalah pertama kalinya kami dapat menentukan kapan penggabungan tersebut terjadi," kata Basu.

Hal ini juga dianggap Basu, sebagai langkah yang penting dalam mengerti kapan Bima Sakti terbentuk atau bertambah serta dikumpulkan massanya.

Menelusuri bintang nu Indi

Terjadinya tabrakan Gaia-Enceladus itu diketahui oleh para peneliti saat menelusuri satu bintang terang di konstelasi Indus, yang hari ini dapat terlihat dari belahan bumi selatan.

Bintang itu adalah nu Indi, yang sudah mengorbit di dalam Bima Sakti yang lebih kecil sebelum tabrakan Gaia-Enceladus, yang terbuka selama jutaan tahun.

Ketika proses penggabungan galaksi itu berkembang, ia mengubah orbit nu Indi di sekitar pusat Bima Sakti, yang menawarkan penanda waktu terjadinya penggabungan galaksi tersebut.

Untuk diketahui, Bintang memiliki orbit, seperti halnya planet.

"Peran saya adalah untuk menentukan usia bintang (nu Indi) menggunakan data seismik," kata Basu, seperti dikutip dari Futurity, Selasa (14/1/2020).

Seperti umumnya bintang bermassa rendah, Basu juga mengatakan bahwa bintang nu Indi ini berdenyut, atau bergetar, secara terus menerus. Getaran itu juga dapat digambarkan sebagai serangkaian nada-nada.

Basu dan timnya menghitung frekuensi dari nada dan nuansa yang ada di bintang nu Indi. Frekuensi-frekuensi itu, pada gilirannya, mengindikasikan struktur dan sifat fisik bintang.

Dari hal itulah, para peneliti dapat mengukur tahap perkembangan nu Indi, faktor dalam kecerahannya, dan memperkirakan umurnya.

Mengetahui usia bintang nu Indi tersebut memberikan batasan kapan penggabungan galaksi yang membentuk Bima Sakti itu bisa terjadi, kata para peneliti.

Para peneliti menggunakan data dari Transiting Exoplaner Survey Satellite (TESS) milik NASA.

Diluncurkan pada tahun 2018, TESS mensurvei bintang di bagian besar langit untuk mencari planet yang mengorbit bintang-bintang itu dan mempelajari bintang-bintang itu sendiri.

Baca juga: Kanibalisme Galaksi Andromeda Terkuak, Target Berikutnya Bima Sakti

Para peneliti juga menggunakan informasi yang dikumpulkan dari Misi Gaia Badan Antariksa Eropa (ESA).

Menurut ahli astrofisika di University of Birmingham, Bill Chaplin, menentukan osilasi alami bintang atau disebut asteroseismologi adalah cara untuk lebih memahami sejarah bintang dan lingkungan tempat mereka terbentuk.

Studi ini akan menunjukkan potensi asteroseismologi dengan TESS, dan apa yang mungkin terjadi ketika seseorang memiliki beragam data mutakhir yang tersedia pada satu bintang terang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Futurity
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com