KOMPAS.com - Bencana banjir, tanpa disadari menjadi dampak dari perubahan iklim yang terjadi di dunia.
Hal ini disampaikan oleh Peneliti di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Gusti Ayu Ketut Surtiari, dalam acara bertajuk "Banjir Ibu Kota: Potret Aspek Hidrologi dan Ekologi Manusia" yang diadakan di Jakarta, Selasa (7/1/2019).
Di luar faktor kondisi topografi dan geografis, dampak urbanisasi mengubah fungsi lahan menjadi bangunan, kurangnya ruang terbuka hijau dan tanah resapan air, serta tak ketinggalan turunnya permukaan bumi.
"Padahal bencana banjir ini adalah bentuk dampak perubahan iklim yang terjadi, dan mempengaruhi berbagai hal di lingkungan kita," kata Ayu.
Baca juga: Tambang Emas Disebut Penyebab Banjir Bandang di Banten, Ahli Jelaskan
Secara tidak disadari, kata Ayu, turunnya permukaan bumi termasuk di Jakarta dan sekitarnya yang selalu diungkap berbagai ahli, justru merupakan pengaruh dari perubahan iklim yang terjadi.
Untuk itu, Ayu menekankan bahwa risiko bencana jangka panjang dari akar perubahan iklim seharusnya menjadi prioritas oleh semua elemen masyarakat Indonesia dan dunia.
Dicontohkan Ayu, Belanda percaya bahwa perubahan yang terjadi di laut sangat memengaruhi banjir yang terjadi di sana.
Salah satu penanganan yang mereka lakukan sejak 1937 adalah membuat proyek Delta Plan.
Delta plan merupakan suatu perencanaan untuk menyelamatkan bagian barat Belanda dari ancaman air pasang.
Proyek raksasa ini dimulai dengan menutup Laut Zuiderzee dengan tanggul sepanjang 30 kilometer.
Hal ini juga sebagai upaya mencegah banjir.
"Mereka (orang-orang Belanda) melihat banjir itu sebagai dampak perubahan iklim juga," kata Ayu.
Oleh sebab itu, kebijakan dan juga infrastruktur yang dibangun di Belanda sangatlah fundamental.
Namun Ayu pun mengakui, Indonesia tidak dapat mengambil atau mengadaptasi apa yang dilakukan Belanda seluruhnya. Ini karena ada banyak perbedaan antara Indonesia dan Belanda.
Contoh lain di Jerman.