KOMPAS.com - Konflik harimau memasuki pemukinan warga masih terus berlanjut. Pada November hingga Desember 2019, dilaporkan ada lima orang di Sumatera Selatan meninggal dunia karenanya.
Dalam laporan terbaru berita Antara (9/1/2020), seekor harimau dikabarkan mondar-mandir di area kebun riset yang ada di dalam Komplek Universitas Sriwijaya (UNSRI) kampus Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) dalam enam hari terakhir.
Berdasarkan laporan yang diterima Kepala Kebun Riset Unsri, M Umar Harun, ada dua laporan terkait kemunculan harimau, yakni pada Sabtu (4/1/2020) dan Selasa (7/1/2020).
Peneliti Mamalia Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Gono Semiadi mengatakan, konflik antara harimau dengan penduduk dan hewan ternak sudah sering terjadi.
Baca juga: Harimau Ini Berjalan 1.300 Kilometer demi Mangsa dan Pasangan
Fenomena tersebut terjadi karena beberapa hal.
Mulai dari persaingan wilayah antara sumber makanan, adanya persaingan wilayah antara kelompok harimau dewasa, hingga terganggunya habitat harimau karena aktivitas manusia yang semakin masuk ke wilayah jelajah harimau.
Selain itu, tingkat perburuan babi dan rusa yang kerap dilakukan masyarakat, kata Gono, juga berkontribusi merusak sistem rantai makanan di dalam hutan.
Padahal, setidaknya dalam satu tahun, harimau Sumatera diperkirakan membutuhkan 50 ekor babi sebagai makanannya.
"Berkurangnya sumber makanan, tentu sangat mempengaruhi kelangsungan hidup mereka (harimau)," kata dia.
Sementara itu, pengendalian terhadap serangan harimau perlu dikaji dengan cermat.
"Perlu dibuat pemetaan wilayah konflik harimau dan manusia berdasarkan data yang akurat," ujarnya.
Pemetaan tersebut dinilai dapat menjawab penyebab terjadinya serangan harimau terhadap manusia.
Tidak hanya itu, kata Gono, masyarakat juga diharapkan semakin sadar akan pentingnya melestarikan ekosistem agar populasi harimau tak hanya tingga nama dan cerita.
"Serangan harimau terhadap manusia bisa jadi karena harimau sudah sangat lapar, karena sejatinya harimau menjauh dari manusia," tutur Gono.
Baca juga: Usai 80 Tahun, Harimau Tasmania Disinyalir Muncul dari Kepunahan
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu kelompok kucing liar terbesar dari spesiesnya.
Harimau termasuk hewan soliter, pemakan daging serta merupakan kucing tercepat kedua dalam berlari, setelah citah.
Dijelaskan Gono, bahwa satwa yang satu ini memiliki keunikan tersendiri, selain dapat memanjat pohon, ia juga memiliki kemampuan berenang.
Bobot tubuh harimau jantan dapat mencapai 140 kilogram dan betina 90 kilogram.
Dahulu, harimau ini hidup di hutan primer atau sekunder seperti Sumatera, Jawa dan Bali. Namun, tingkat perburuan dan perdagangan satwa ini sangat tinggi.
"Kini mereka hanya tersisa di Sumatera dan junlah mereka semakin sedikit," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.