Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyandang Hemofilia A Mencapai 2.000 Orang, Apa Obatnya?

Kompas.com - 09/01/2020, 11:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penyandang hemofilia A di Indonesia tercatat ada sekitar 2.000 orang, atau mencapai 80-85 persen dari seluruh kasus hemofilia yang terjadi.

Dikatakan dr. Saptuti Chunaeni, MBiomed, dalam promosi gelar doktornya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, bahwa kejadian munculnya kasus hemofilia A adalah 1 berbanding 10.000 kelahiran bayi laki-laki.

Di wilayah Jabodetabek, total penderita anak hemofilia sebanyak 403 orang, 86 persen hemofilia A dan 54 persen diantaranya menderita hemofilia A berat.

Hemofilia itu sendiri merupakan kelainan pada sistem koagulasi atau pembekuan darah yang herediter dan bersifat menurun, serta paling sering dijumpai.

Baca juga: Kasus Anyar di ISS, Seorang Astronot Punya Gumpalan Darah di Leher

Hemofilia ada ytiga jenis, yakni tipe A, B, dan C. Pada hemofilia A, tidak disebabkan oleh faktor genetik.

Hemofilia tipe A terjadi saat tubuh kekurangan faktor pembeku darah VIII yang umumnya terkait dengan kehamilan, kanker, penggunaan obat-obatan tertentu, juga berkaitan dengan penyakit seperti lupus dan rheumatoid arthritis.

Tipe hemofilia A termasuk langka dan sangat berbahaya.

"Penyakit ini diturunkan secara X-linked recessive," kata Saptuti, Selasa (7/1/2020).

Oleh karena itu, umumnya penderita hemofilia adalah laki-laki. Sementara, perempuan hanya sebagai pembawa sifat.

Apa yang terjadi pada penderita hemofilia A?

Pada kasus hemofilia A, kata Saptuti, penderita mengalami defisiensi faktor (F) VIII karena protein anti hemofilik faktor ini telah mengalami mutasi gen.

Padahal, F VIII ini sangat dibutuhkan dalam proses pembekuan darah. Penderita akan sering mengalami perdarahan yang pada kondisi tertentu sangat membahayakan.

Perdarahan sendi atau hemartrosis merupakan keluhan utama, yang jika terjadi berulang.

"Pendarahan sendi akan mengakibatkan nyeri, kerusakan sendi atau artropati dan kecacatan menetap," ujarnya.

Hal ini akan menurunkan produktivitas, kualitas hidup dan masalah psikososial lainnya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau