KOMPAS.com - Penyandang hemofilia A di Indonesia tercatat ada sekitar 2.000 orang, atau mencapai 80-85 persen dari seluruh kasus hemofilia yang terjadi.
Dikatakan dr. Saptuti Chunaeni, MBiomed, dalam promosi gelar doktornya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, bahwa kejadian munculnya kasus hemofilia A adalah 1 berbanding 10.000 kelahiran bayi laki-laki.
Di wilayah Jabodetabek, total penderita anak hemofilia sebanyak 403 orang, 86 persen hemofilia A dan 54 persen diantaranya menderita hemofilia A berat.
Hemofilia itu sendiri merupakan kelainan pada sistem koagulasi atau pembekuan darah yang herediter dan bersifat menurun, serta paling sering dijumpai.
Hemofilia ada ytiga jenis, yakni tipe A, B, dan C. Pada hemofilia A, tidak disebabkan oleh faktor genetik.
Hemofilia tipe A terjadi saat tubuh kekurangan faktor pembeku darah VIII yang umumnya terkait dengan kehamilan, kanker, penggunaan obat-obatan tertentu, juga berkaitan dengan penyakit seperti lupus dan rheumatoid arthritis.
Tipe hemofilia A termasuk langka dan sangat berbahaya.
"Penyakit ini diturunkan secara X-linked recessive," kata Saptuti, Selasa (7/1/2020).
Oleh karena itu, umumnya penderita hemofilia adalah laki-laki. Sementara, perempuan hanya sebagai pembawa sifat.
Apa yang terjadi pada penderita hemofilia A?
Pada kasus hemofilia A, kata Saptuti, penderita mengalami defisiensi faktor (F) VIII karena protein anti hemofilik faktor ini telah mengalami mutasi gen.
Padahal, F VIII ini sangat dibutuhkan dalam proses pembekuan darah. Penderita akan sering mengalami perdarahan yang pada kondisi tertentu sangat membahayakan.
Perdarahan sendi atau hemartrosis merupakan keluhan utama, yang jika terjadi berulang.
"Pendarahan sendi akan mengakibatkan nyeri, kerusakan sendi atau artropati dan kecacatan menetap," ujarnya.
Hal ini akan menurunkan produktivitas, kualitas hidup dan masalah psikososial lainnya.
Pengobatan hemofilia A
Pengobatan utama hemofilia A adalah terapi sulih atau terapi pengganti dengan pemberian konsentrat F VIII intravena atau transfusi kriopresipitat.
Tantangan pada pemberian terapi sulih konsentrat F VIII adalah masih impor dan harganya mahal.
Namun, ironisnya konsentrat ini tidak selalu tersedia di semua daerah, ditambah dukungan pembiayaan dari pemerintah masih terbatas.
Sementara, pengobatan dengan metoda kriopresipitat yang relatif lebih murah, masih terkendala beberapa faktor.
Di antaranya faktor tersebut adalah kandungan F VIII dan keamanannya perlu ditingkatkan, serta metode ini hanya dapat diberikan pada penderita yang golongan darahnya sama dengan pendonor.
Di sisi lain dari data Unit Transfusi Darah Pusat PMI tahun 2018, ada 60.000 liter plasma sebagai sumber kriopresipitat yang belum diolah secara maksimal.
Tahun 2010, Mesir telah mengembangkan Minipool Cryoprecipitate (MC) yang kandungan F VIII dan keamanannya lebih tinggi dari kriopresipitat.
Metode ini merupakan penggabungan 35 kantong kriopresipitat berbagai golongan darah ke dalam rangkaian kantong Viral Inactivation Pathogen System (VIPS).
Namun MC ini bentuknya cair sehingga stabilitasnya terbatas dan harus disimpan di freezer dengan suhu dibawah -20 derajat Celcius sehingga dinilai kurang praktis dan sulit dalam penyimpanan dan distribusi.
Lantas bagaimana memenuhi kebutuhan F VIII tersebut?
Pertanyaan inilah yang dicoba oleh Saptuti untuk menjawab melalui penelitian yang dilakukannya.
Untuk memenuhi kebutuhan F VIII dengan jumlah donor yang relatif lebih sedikit, mudah disimpan dan didistribusikan ke daerah terpencil, dijelaskan Saptuti, MC cair perlu diliofilisasi atau dibekukeringkan menjadi MC kering.
"MC kering dapat disimpan dan didistribusikan pada suhu blood bank 2- 8 derajat Celcius atau suhu kamar lebih dari 25 derajat Cecius," ujarnya.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk membandingkan stabilitas dan keamanan MC kering dengan MC cair, dengan memeriksa kandungan F VIII, titer antibodi A dan B serta kontaminasi bakteri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan F VIII pada MC kering pada suhu 4 derajat Celcius dan suhu kamar mempunyai stabilitas dan keamanan yang setara dengan MC cair yang disimpan pada suhu dibawah -20 derajat Celcius sampai pada masa simpan 30 hari.
Dengan demikian, ditegaskan Saptuti, bahwa penelitian ini merupakan peluang bagi upaya tata laksana hemofilia A yang lebih praktis, mudah dan dapat dikembangkan menjadi terapi profilaksis di rumah atau home therapy.
https://sains.kompas.com/read/2020/01/09/110300223/penyandang-hemofilia-a-mencapai-2.000-orang-apa-obatnya-