KOMPAS.COM - Ketika sedang berbincang, Anda mungkin menyamakan istilah kelelahan dengan rasa kantuk. Padahal, kedua kata itu sangat berbeda jika diartikan dalam bahasa medis.
Rasa kantuk merupakan sebuah kebutuhan seseorang untuk tidur. Perasaan ini bisa terjadi di mana saja, baik saat mengemudi, bekerja, menonton film, atau bahkan setelah mengonsumsi kafein.
Di sisi lain, kelelahan adalah jenis ketidakmampuan seseorang dalam melakukan apapun, baik fisik maupun mental. Jika Anda lelah, Anda masih bisa produktif dalam menjalani aktivitas.
Kelelahan seringkali bersifat sementara dan tidak perlu dikhawatirkan karena dapat diobati. Namun, jika rasa lelah tersebut selalu muncul hingga memperburuk kegiatan Anda, bisa jadi itu akibat dari masalah kesehatan atau gangguan tidur Anda.
Baca juga: Tidur Malam dengan Lampu Mati Bikin Tubuh Lebih Sehat
Pada 2014, organisasi non-profit, National Sleep Foundation melakukan survey terhadap orang dewasa. Hasilnya, 45 persen mengatakan mereka kelelahan karena kurang tidur, bahkan kurang tidur pada minggu sebelumnya.
Survey tentang kelelahan juga dilakukan Dewan Keamanan Nasional pada tahun 2017. Menurut hasil laporan, sebanyak 20 persen orang mengalami rasa kantuk berlebihan secara teratur dan 76 persen orang merasa lelah di tempat kerja.
Oleh karena itu, salah satu penyebab Anda merasa lelah karena kurangnya waktu tidur Anda.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit , sepertiga orang Amerika tidak mendapatkan rekomendasi tidur selama tujuh jam atau lebih. Bahkan, tujuh jam mungkin tidak cukup bagi orang yang melakukan beragam kegiatan.
Kurang tidur bukan hanya gangguan, ini juga dapat meningkatkan risiko kecelakaan mobil dan telah dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular dan depresi.
Direktur Harborview Sleep Clinic di University of Washington, Nathaniel Watson mengatakan, kurang tidur juga dapat memengaruhi suasana hati, bahkan kafein tidak dapat mengatasinya.
"Tidak ada pengganti untuk tidur,” ujarnya seperti dilansir ScienceAlert (16/12/2019).
Watson menjelaskan, setiap orang tidak tidur 100 persen selama tujuh jam di kasur. Oleh karena itu, ia menyarankan delapan jam dalam proses tidur, satu jam pertama agar seseorang merasakan ‘waktu bantal’ hingga tertidur pulas dalam tujuh jam berikutnya.
Namun, kelelahan juga dapat disebabkan oleh kesalahan dalam fisiologis tidur atau sering disebut inersia tidur. Kondisi ini terjadi ketika Anda bangun secara tiba-tiba di tengah nyenyaknya tidur sehingga Anda akan sulit bangun di pagi hari jika alarm berdering.
Michael Grandner, direktur Program Penelitian Tidur & Kesehatan Universitas Arizona di Tucson melakukan penelitan yang mengungkapkan bahwa usia juga berhubungan dengan pola tidur yang dapat mempengaruhi rasa lelah.
Seiring bertambahnya usia, pola tidur Anda cenderung berubah. Anda mungkin tidur atau bangun lebih awal secara bergantian. Selain itu, menopause juga menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur.
Baca juga: Mengapa Ibu Hamil Sering Kelelahan?
Namun, kepuasan tidur tidak selalu menurun seiring bertambahnya usia. Penelitian oleh Grandner dan yang lainnya menemukan bahwa orang-orang di awal masa dewasa sering mengalami keluhan tentang tidur dan kelelahan.
"Jika kamu orang yang lebih tua dan kamu benar-benar tidak senang dengan tidurmu, itu sebenarnya masalah," Ujar Grandner.
Oleh karena itu, jika kelelahan membuat sulit menjalani hari-hari Anda, para ahli menyarankan untuk mengunjungi klinik perawatan primer. Anda akan dievaluasi penyebab umum kelelahan, termasuk depresi, autoimun penyakit, kadar vitamin dan masalah tiroid.
Namun, Watson berpendapat masih banyak dokter yang kurang terlatih dalam ilmu kedokteran tidur. Grandner menambahkan, dokter perawatan primer juga tidak secara rutin menanyakan pasien tentang tidurnya.
Salah satu orang tua dari anak kecil, menceritakan bahwa dokternya menertawakannya ketika dia mengatakan bahwa dia lelah sepanjang waktu, seolah-olah itu sudah diberikan pada tahap hidupnya.
Baca juga: Ketindihan dan Melihat Hantu Saat Tidur? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Langkah lain yang dapat ditempuh adalah mengunjungi spesialis tidur. Mereka akan mengevaluasinya dan melakukan screening untuk sleep apnea. Gangguan ini, yang menyebabkan orang berhenti bernapas secara teratur dalam tidurnya, mempengaruhi hingga 10 persen orang dan sangat berisiko bagi orang yang kelebihan berat badan.
“Sebagian besar tidak tahu mereka memilikinya. Sekitar 85 persen orang yang menderita apnea tidur tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Kita perlu menyadari bahwa jika kita memprioritaskan tidur, kita menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri,” tegas Watson.
Baca juga: WHO Tetapkan Fenomena Kelelahan Bekerja Jadi Penyakit Internasional Baru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.