Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Panjer dan Coblong, Repihan Sudut Nusantara Berlatar Gerhana Surya

Kompas.com - 26/12/2019, 10:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Awan panas letusan yang mengalir ke baratdaya membendung Sungai Citarum, sehingga terbentuk genangan Danau Bandung dengan air 20 hingga 30 meter. Danau Bandung kemudian mengering pada sekitar 16.000 tahun silam akibat proses erosi-mudik Sungai Citarum yang membobol Pegunungan Rajamandala.

Selama Danau Bandung tergenangi air, telah tumbuh komunitas-komunitas manusia purba ditandai dengan penemuan alat-alat batu khas. Situs-situs alat-alat batu tersebut ditemukan di atas kontur elevasi tertentu yang menandakan sebagai batas genangan Danau Bandung.

Selain itu, memori tentang Danau Bandung di masa silam mewujud ke dalam nama-nama daerah di Bandung, secara toponomi. Sebagai buktinya banyak daerah di dalam cekungan Bandung yang menyandang kata cai- (air/sungai), situ- (danau), ranca- (rawa-rawa), talaga- (danau kecil), ujung- (daratan yang menjorok ke perairan) dan sebagainya.

Coblong tidak demikian, ia sama sekali tak terkait dengan latar belakang perairan maupun bentang lahan perairan. Sebaliknya Coblong, dalam Bahasa Jawa, justru terkait dengan peristiwa di langit.

Dalam beberapa hal kata-kata di Bahasa Sunda memiliki bunyi dan makna yang hampir sama dengan kata-kata di Bahasa Jawa. Sehingga, seperti kisah Panjer di atas, secara toponimi nama Coblong pada suatu daerah mungkin terinspirasi dari peristiwa langit yang langka: Gerhana Matahari Total. Gerhana yang zona umbranya melintasi Cekungan Bandung di masa silam.

Dengan menggali data-data Gerhana Matahari yang tercantum pada buku Five Millenium Canon of Solar Eclipses karya Fred Espenak (astronom NASA, Amerika Serikat), dapat diketahui bahwa selama empat millenia terakhir, terjadi 28 peristiwa Gerhana Matahari yang zona umbranya melintasi Cekungan Bandung. Hanya sembilan di antaranya yang merupakan Gerhana Matahari Total.

Dengan memperhitungkan faktor-faktor musim hujan, kejadian Gerhana pada saat Matahari terbit atau terbenam dan kedatangan bangsa Eropa, maka tersisa tiga kandidat peristiwa Gerhana Matahari Total yang mungkin menginspirasi nama Coblong di Kota Bandung.

Ketiganya yakni Gerhana Matahari Total 4 Agustus 1389 SM yang memiliki durasi totalitas terlama (yakni 5 menit), lalu Gerhana Matahari Total 10 Agustus 435 M (durasi totalitas 2 menit) dan Gerhana Matahari Total 7 Juli 834 M (durasi totalitas 3 menit).

Sayangnya data Gerhana Matahari pada buku tersebut terbatas hanya hingga tahun 1999 SM saja. Butuh analisis lebih lanjut untuk mengungkap Gerhana-Gerhana Matahari yang terjadi sebelum 1999 SM dengan zona umbra melintasi Cekungan Bandung.

Sebab daerah ini mungkin telah dihuni manusia sejak masa genangan Danau Bandung masih ada, yakni lebih dari 16.000 tahun yang lalu.

Seperti halnya bangsa-bangsa lainnya di dunia, leluhur manusia Indonesia di masa silam mempelajari astronomi sebagai bagian dari bertahan hidup.

Guna menghindari berpapasan dengan fenomena-fenomena alam tertentu yang merugikan (misalnya musim kemarau) dan mengeksploitasi fenomena alam lainnya yang menguntungkan (misalnya musim hujan) guna bercocok tanam dan mengembangkan peradaban.

Dalam kesempatan yang sama juga mewariskan pengetahuan tersebut pada nama-nama daerah dan istilah-istilah unik bagi anak cucunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com