Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan dengan Tuak, Ini 3 Jenis Terapi Narkoba yang Terbukti Aman

Kompas.com - 27/11/2019, 17:33 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber

KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan menyebut, tuak asli dari Sumatera Utara baik untuk terapi narkoba.

"Yang asli ya, supaya jangan ada yang salah. Kalau yang oplosan saya minta polisi nangkap karena itu kejahatan. Jadi tuak baik untuk terapi narkoba, minum seperlunya, ambil manfaatnya," kata Hinca di halaman kantor Ditresnarkoba Polda Sumut, Selasa sore (26/11/2019).

Menurut Hinca, narkoba membuat orang menjadi galau, mata terbuka, pikiran ke mana-mana, tidak bisa tidur, dan memicu kejahatan.

"Kalau Anda minum tuak seperlunya, matamu tertutup, tidurmu nyenyak, jam 5 pagi bangun kerja baik lagi. Kalau narkoba, kau ambil sedikit dan kau masuk penjara dan kau rusak badanmu," kata Hinca.

Menurutnya, tuak tidak membahayakan dan bisa lupa dengan narkoba.

Baca juga: Hinca Panjaitan: Minum Tuak Baik untuk Terapi Narkoba

Berkaitan dengan hal ini, dokter adiksi sekaligus peneliti obat-obatan terlarang dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta, Hari Nugroho, menegaskan bahwa klaim tersebut tidak benar.

Bukan sebagai terapi, fungsi tuak justru lebih tepat bila disebut mengalihkan. Dari yang tadinya mengonsumsi narkoba dialihkan ke alkohol.

"Kalau kita perhatikan klaimnya, yang namanya tuak itu kan mengandung alkohol tradisional. Jadi, ketika itu diklaim sebagai terapi, maka sesungguhnya hanya mengalihkan dari satu zat ke zat yang lain," kata Hari dihubungi Kompas.com, Rabu (27/11/2019).

Selain itu, sejauh ini tidak ada satupun studi ilmiah yang menghubungkan antara tuak dengan pengobatan narkoba.

Lantas, apa saja terapi untuk pemakai narkoba?

Hari menjelaskan, terapi narkoba ditujukan bagi orang-orang yang mengalami gangguan penggunaan zat, baik itu alkohol, nikotin, dan narkoba secara umum.

"Yang jelas, namanya terapi itu bagaimana kemudian ada satu atau beberapa target perubahan perilaku yang harus dicapai. Ujungnya adalah menghentikan penggunaan (zat) di akhir sesi terapi," jelas Hari.

Jenis terapi narkoba yang terbukti ilmiah

Ada beberapa jenis terapi yang memiliki fungsi berbeda, antara lain:

1. Terapi obat-obatan

Terapi ini biasanya ditujukan untuk pengguna narkoba, misalnya memakai heroin.

Hari menjelaskan, dalam terapi jenis ini, pengguna heroin akan diberikan obat-obatan yang mirip heroin dengan sifat agonis seperti metadon.

Dilansir Hello Sehat, methadone atau metadon adalah obat golongan analgesik narkotika, yang lebih dikenal dengan sebutan obat opioid.

Obat opioid terbuat dari tanaman opium seperti morfin (Kadian, Ms Contin) atau disintesis di laboratorium seperti fentanil (Actiq, Duragesic).

Obat ini bekerja dengan reseptor opioid di sel-sel otak, sumsum tulang belakang, dan organ lain yang terlibat dalam rasa sakit dan senang.

Dengan minum obat ini, sel-sel tubuh akan melepaskan sinyal yang meredam sakit dan melepaskan dopamin dalam jumlah besar ke seluruh tubuh.

Dopamin ini membantu menciptakan perasaan senang sehingga rasa sakit akan berkurang untuk sementara waktu

Dokter juga dapat meresepkan obat ini untuk mengobati pasien yang mengalami ketergantungan dengan obat narkotika seperti heroin.

Hal ini karena Methadone dapat membantu mencegah gejala putus obat akibat penghentian obat narkotika.

"Terapi (pemberian obat) ini supaya dia (pengguna) tidak menggunakan heroin lagi, yakni dengan obat-obatan legal, terkontrol, dan dosisnya benar," ungkap Hari.

2. Abstinence oriented treatment

Pada saat menjalani terapi, pengguna tidak menggunakan obat terlarang sama sekali dan berorientasi pantang. Dalam hal ini adalah pantang mengonsumsi zat terlarang.

Untuk membantu seorang pengguna mengatasi candunya, seorang pemakai akan didorong untuk masuk dalam kelompok terapi. Salah satunya adalah grup narkotik anonimus.

Salah satu grup narkotik anonimus di Jakarta bertujuan untuk membantu para pecandu yang masih menderita dan ingin pulih, serta para pecandu yang sedang menjalani pemulihan untuk tetap bersih.

"Kelompok-kelompok ini memang sifatnya abstinence oriented, tidak menggunakan zat sama sekali," ujar Hari.

3. Terapi psikososial

Jenis ketiga adalah terapi psikososial. Ada yang menggunakan cognitive behavioral therapy (CBT) atau menggunakan multifunctional interviewing.

Tujuan jangka panjang dari terapi ini adalah membuat seseorang untuk tidak lagi menggunakan narkoba.

Dalam pemberitaan Kompas.com (16/10/2018), Kepala Departmen Medik Kesehatan Jiwa RSCM-FKUI, dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ (K) menyebutkan, CBT atau multifunctional interviewing sehingga motivasi seseorang yang mengalami kecanduan bisa berubah.

"Yang awalnya merasa tidak ada masalah, dia mulai berpikir untuk memperbaiki perilakunya," kata Siste.

Terapi narkoba oleh profesional

Hari mengatakan, semua profesional dalam bidang adiksi, termasuk dokter, psikolog, dan psikiater, harus menjalankan praktik klinis sesuai dengan bukti.

"Artinya ada dasar secara ilmiah, bahwa terapi ini (yang dilakukan) bermanfaat," kata Hari.

Kedua yang selalu dilakukan oleh para profesional adalah, tidak menjalankan praktik yang melanggar hak asasi manusia (HAM).

Kemudian, terapi harus dapat dievaluasi. Hal ini untuk meninjau dan melihat, apakah setelah terapi dilakukan ada manfaatnya untuk pasien atau tidak.

"Terapi harus ada dasar penelitian ilmiahnya sehingga dia bisa digunakan, dan kita bisa melihat profil keamanan dari terapi tersebut. Apakah ada risiko, apakah ada efek samping yang timbul, dan bisa dikoreksi," katanya.

Baca juga: Tuak untuk Terapi Narkoba, Pakar Adiksi Minta Jangan Asal Klaim

Hari sadar, banyak terapi-terapi yang muncul di masyarakat dan diyakini dapat mengobati orang-orang dengan penyalahgunaan zat terlarang.

Hari mengingatkan, sebelum mengklaim sesuatu dapat digunakan untuk pengobatan atau terapi narkoba, harus ada pembuktian secara ilmiah apakah betul klaim tersebut memang bermanfaat.

"Jika bisa dibuktikan, tentu saja bisa diterima. Tapi kalau hanya sekadar klaim, ya jatuhnya hanya testimonial semata," kata Hari.

"Mungkin bisa diterapkan ke satu orang, tetapi tidak bisa digeneralisir secara umum bahwa itu bermanfaat. Ini juga termasuk terapi tuak, patut kita pertanyakan juga," sambungnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com