Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Goo Hara Meninggal, Terapi Ini Bisa Hentikan Keinginan Bunuh Diri

Kompas.com - 25/11/2019, 19:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Eks personel KARA, Goo Hara ditemukan meninggal di kediamannya yang ada di kawasan Chengongdam, Korea Selatan, Minggu (24/11/2019) sekitar pukul 18.00 waktu setempat.

Saat ini polisi masih menyelidiki kematian Goo Hara.

Pada Mei lalu, perempuan yang akrab disapa Hara itu pernah melakukan percobaan bunuh diri. Dia pun dikabarkan mengalami depresi.

Menurut dokter spesialis kesehatan jiwa, dr. Dharmawan AP, SpKJ, keinginan bunuh diri bersifat impulsif atau muncul tiba-tiba sesuai suasana hati dan dapat kambuh.

Baca juga: Goo Hara Meninggal, Kenapa Artis Lelah jadi Terkenal dan Picu Depresi?

Artinya, bila seseorang pernah memiliki keinginan untuk bunuh diri, keinginan tersebut bisa terulang bila dia tidak dapat mengontrol diri.

Lantas, apakah terapi yang tepat bagi orang yang memiliki keinginan bunuh diri?

Dharmawan menjelaskan, pemakaian obat dari dokter tidak bisa menyurutkan niat seseorang untuk menghentikan keinginan bunuh diri.

Jika pun bisa, hal ini membutuhkan waktu lama dan tidak instan.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk orang yang masih ingin bunuh diri adalah melakukan electroconvulsive therapy (ECT) atau terapi kejut listrik.

"Kalau mau langsung hilang (keinginan bunuh diri) itu di-ECT. Biasanya setelah dilakukan ECT, keinginan (bunuh diri) hilang," kata Dharmawan dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (25/11/2019).

Dharmawan menjelaskan, terapi kejut listrik sebenarnya untuk meningkatkan mood. Namun, efek samping terapi ini adalah amnesia sesaat atau lupa ingatan sesaat.

Secara singkatnya, ECT mereset ulang otak seseorang. Dharmawan mengatakan, pasien akan diberi obat bius untuk anestesi dan relaksan otot pada pasien.

Kemudian, aliran listrik dikirim ke otak melalui elektroda yang dipasang di kepala. Gelombang listrik yang bisa berlangsung sampai delapan detik ini menyebabkan kejutan pendek di otak.

"Dosis yang diberi disesuaikan dengan ambang kejang. Kalau dosis yang kita kasih pas, ingatan yang bagus enggak akan hilang. Tapi ingatan yang jelek, yang muncul terus (seperti keinginan bunuh diri) dan enggak bisa dikendalikan, itu bisa hilang," jelasnya.

Terapi ini dapat diberikan ketika ada percobaan bunuh diri atau keinginan bunuh diri yang kuat. Kondisi seperti ini biasanya masuk dalam kategori emergency psychiatry dan dapat diberikan terapi kejut listrik.

"Karena percobaan bunuh diri atau keinginan bunuh diri kan bisa membahayakan, makanya masuk kategori gawat psikiatri dan dapat langsung diberikan terapi ECT," jelasnya.

Setelah ECT dilakukan, konsumsi obat-obatan untuk menekan depresi dan keinginan bunuh diri harus terus dilanjutkan.

Dharmawan berkata, seseorang yang memiliki keinginan bunuh diri wajib pergi ke psikiater untuk berkonsultasi dan mencari solusi yang tepat.

Perlu ditanamkan, pergi ke psikiater bukan berarti Anda gila.

"Jangan anggap psikiater itu dokternya orang gila. Mereka yang mau self development juga bisa datang ke psikiater untuk konseling," kata Dharmawan.

Memahami depresi

Dalam wawancara dengan Kompas.com, Oktober 2019, Dharmawan menjelaskan, depresi merupakan penyakit yang paling banyak disebabkan oleh rasa lelah berlebih.

Ia mengatakan, depresi juga bisa disebabkan oleh faktor genetik yang munculnya episodik dan dapat membaik dengan sendirinya.

"Depresi yang episodik seringkali dianggap bukan penyakit. Padahal ini sudah masuk kategori penyakit karena distress dan disability," kata Dharmawan.

Distress merupakan kondisi mental negatif yang bisa mempengaruhi individu baik secara langsung atau tidak. Kondisi distress ini juga berkaitan dengan kesehatan fisik dan mental lainnya.

Sementara disability merupakan keterbatasan atau hilangnya kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan yang dipandang normal oleh manusia lainnya.

Gejala utama yang muncul pada penderita depresi adalah suasana hati berubah menjadi buruk atau sedih, cepat lelah tanpa alasan yang jelas, dan kehilangan minat.

Gejala lain dari depresi antara lain susah tidur atau insomnia, sulit konsentrasi, muncul berbagai penyakit fisik, dan muncul perasaan pesimis.

Baca juga: Sulli Meninggal, Begini Cara Tanggapi Cyberbullying demi Cegah Depresi

Terapi depresi

Untuk mengatasi depresi, Dharmawan menyarankan kita untuk berlatih olah rasa atau mindfullness.

Latihan olah rasa ini bisa kita latih dengan menarik diri sementara waktu dari rutinitas untuk lebih memahami diri sendiri.

"Kita bisa coba dengan meditasi atau berdoa. Misal, setelah shalat bagi yang muslim, jangan langsung pergi. Cobalah zikir dahulu dan renungi keadaan sekitar," tambahnya.
Dharmawan juga menyarankan agar kita juga mencari support system dengan memilih teman yang bisa saling memahami.

Sumber: Kompas.com (Ariska Puspita Anggraini, Shierine Wangsa Wibawa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com