KOMPAS.com - Ledakan bom bunuh diri terjadi di Markas Polrestabes Medan, Sumatera Utara, Rabu (13/11/2019) pagi. Pelaku diduga satu orang dan mengenakan jaket ojek online.
Jurnalis Kompas TV, Bahri Nasri menyebutkan, bom yang digunakan pelaku diduga berjenis bom paku.
Hal ini merujuk pada banyaknya paku yang berceceran di lokasi kejadian.
"Ada paku berserakan di lokasi kejadian," kata Bahri dalam tayangan Kompas TV, Rabu (13/11/2019).
Aksi ledakan bom bunuh diri ini membuat beberapa polisi terluka. Sementara pelaku tewas di lokasi kejadian.
Baca juga: 4 Kartini Intelek Mendunia, Salah Satunya Ungkap Pelaku Bom Bunuh Diri
Kejadian bom bunuh diri tak hanya terjadi kali ini saja di Indonesia. Selain Indonesia, negara-negara lain pun banyak berhadapan dengan kasus bom bunuh diri.
Dilansir Encyclopedia Britannica, bom bunuh diri merupakan suatu tindakan di mana seseorang secara pribadi membawa bahan peledak dan meledakannya untuk menimbulkan kerusakan.
Ketika meledakkan bom, pelaku ikut mati dan hal ini masuk dalam kategori bunuh diri.
Sasaran bom bunuh diri biasanya tidak pandang bulu. Aksi ini jelas berniat membunuh atau melukai siapapun yang bisa dijangkau dengan sekali ledakan.
Umumnya, korban bom bunuh diri adalah warga sipil. Meski yang jadi target utama biasanya tokoh politik atau personel militer.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh bom bunuh diri adalh fisik dan psikologis. Untuk menimbulkan kerusakan besar, pelaku bom bunuh diri sangat bergantung pada unsur ledakannya.
Sementara itu, media Scientific American pada (27/7/2015) menyebutkan, ada dua perspektif bertolak belakang terkait pelaku teroris bom bunuh diri.
1. Pelaku bom bunuh diri waras
Pandangan pertama, teroris bom bunuh diri disebut bukan orang sakit jiwa atau memang ingin bunuh diri.
Alih-alih sakit jiwa, pelaku bom bunuh diri dinilai stabil secara psikologis. Mereka "mengorbankan" diri untuk alasan altruistik atau perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri.