Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Resistensi Antibiotik, Satu dari 10 Besar Ancaman Kesehatan Global

Kompas.com - 22/11/2019, 13:03 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – World Health Organization (WHO) tahun ini mengeluarkan 10 ancaman kesehatan global. Resistensi antibiotik (AMR) termasuk dalam salah satu ancaman ini.

Saat ini, resistensi antibiotik diperkirakan mengakibatkan 700 ribu kematian di seluruh dunia.

WHO mengingatkan bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil, resistensi antibiotik diperkirakan akan mengakibatkan sekitar 10 juta kematian secara global, setiap tahunnya, pada 2050.

Apa itu resistensi antibiotik?

Resistensi antibiotik adalah kondisi di mana bakteri tidak dapat dimatikan dengan antibiotik. Hal ini mengancam kemampuan tubuh dalam melawan penyakit infeksi yang dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian.

Bakteri akan menjadi resisten dengan cepat jika pemakaian antibiotik berlebihan, sehingga menyebabkan penyakit susah disembuhkan dan penyebarannya sulit dihentikan.

Jika jumlah bakteri yang resisten terhadap antibiotik semakin banyak, ragam prosedur medis seperti transplantasi organ, kemoterapi, pengobatan diabetes, dan operasi besar menjadi sangat berisiko.

Baca juga: 9 Hal Seputar Antibiotik, Harus Dihabiskan hingga Aturan Penggunaan

Efek dari kondisi ini, pasien harus menjalani perawatan yang lebih lama dan menanggung biaya perawatan yang lebih mahal.

Rumah sakit dapat berperan sebagai salah satu tempat berkembangnya kuman atau mikroba resisten antibiotik yang kemudian menyeba ke masyarakat dan lingkungan.

Misal mikroba Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus Aureus, Klebsiella pneumoniae, dan Escherichia Coli. Pemakaian antibiotik yang tidak rasional di rumah sakit dapat meningkatkan perkembangan kuman/ mikroba resisten antibiotik.

Ilustrasi obat, obat-obatanShutterstock Ilustrasi obat, obat-obatan

Selain itu, masyarakat pun berperan dalam menyebabkan berkembangnya kuman/mikroba resisten antibiotik. Data riset Kesehatan Dasar pada 2013 menunjukkan bahwa 35,2 persen masyarakat Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi, dan 86,1 persen dari kelompok tersebut menyimpan antibiotik yang diperoleh tanpa resep.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik yang tidak rasional juga terjadi di masyarakat yang menyebabkan terjadinya resistensi antibiotik di masyarakat, dan menyebar di keluarga dan lingkungan.

Upaya penanggulangan resistensi antibiotik

Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) didukung oleh berbagai pihak yaitu Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Pertanian RI, World Health Organization Indonesia (WHO), Komite Pencegahan Resistensi Antimikroba Nasional (KPRA) dan pihak produsen obat dalam hal ini Pfizer Indonesia menyerukan dan menegaskan kembali pentingnya memerangi resistensi antibiotik.

Penting untuk mencegah kekebalan mikroba/kuman/bakteri terhadap antibiotik melalui penanganan multisektoral yang terkoordinasi. Selain itu, akademisi dan masyarakat juga memiliki peran penting dalam memerangi resistensi antibiotik.

“Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) mewajibkan setiap rumah sakit di Indonesia untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program penggunaan antibiotik yang bijak melalui penerapan Program Pengendalian Resistensi Antibiotik,” tutur Dr dr Budiman Bela, SpMK(K) selaku Direktur Umum RS Universitas Indonesia dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (22/11/2019).

Baca juga: Kebal Antibiotik, Bakteri Super Bakal Bunuh Jutaan Manusia pada 2050

Kegiatan PPRA RSUI, lanjut dr Budiman, merupakan salah satu upaya untuk mengikuti pedoman yang telah ditetapkan secara internasional maupun nasional dalam rangka menjamin keselamatan pasien, dan memaksimakan pelayanan kepada pasien dengan mencegah peningkatan angka resistensi bakteri.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau