Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sanca Kembang yang Hebohkan Warga Surabaya dan Lamongan

Kompas.com - 18/11/2019, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

"Memang ular ini (sanca kembang) ada di seluruh kepulauan Indonesia, kecuali Papua ya," ujar Amir.

Menariknya, ular sanca kembang merupakan jenis hewan adaptif yang dapat ditemukan di berbagai jenis habitat, seperti hutan, perkebunan sawit, dan perkotaan.

"Dia sangat adaptif pada tipikal habitat apa pun, dari hutan primer, hutan sekunder, sampai perkotaan. Karena makanan dia kan mamalia, jadi kalau ada banyak tikus, dia (sanca kembang) bisa survive," ungkap Amir.

Meski dapat ditemukan di banyak wilayah, ular sanca kembang di Sulawesi lebih panjang dibanding yang ada di Jawa atau Kalimantan.

Hal ini berhubungan dengan ukuran mangsa ular sanca kembang yang ada di masing-masing wilayah.

Kalau di Sulawesi, sanca kembang merupakan predator puncak. Mereka dapat memangsa babi hutan dan mamalia berukuran besar lain.

Sementara ular sanca kembang di Jawa dan Kalimantan, umumnya hanya memangsa tikus atau mamalia kecil.

Seberapa berbahaya ular sanca kembang?

Amir mengatakan, ketika sanca kembang berukuran kurang dari 5 meter, ular tersebut tidak dapat menelan manusia. Berbahaya jika ukurannya lebih dari 5 meter.

"Panjang 5,2 meter, sanca kembang sudah bisa menelan manusia dewasa," kata Amir.

"Tapi kalau di bawah 5 meter, ya enggak berbahaya," ungkapnya.

Untuk kejadian di Surabaya kemarin, Amir menduga ular tersebut bisa jadi peliharaan warga yang lepas. Asumsi ini berdasar fakta ukuran ular yang diperkirakan mencapai empat meter.

Baca juga: Mengenal Ular Sanca Batik, Predator yang Makan Manusia di Sulawesi

Amir juga mengimbau masyarakat setempat untuk melaporkan temuan ini ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat untuk penanganan lebih lanjut.

Pasalnya, ular yang tidak mendapat penanganan yang tepat justru bisa mati.

Salah satu yang harus diperhatikan adalah kebutuhan air dan ukuran kandang yang harus sesuai tubuh ular.

"Ular memang bisa bertahan tanpa makan sampai dua tahun, tapi mereka enggak bisa bertahan tanpa air lebih dari dua minggu," kata Amir.

"Ketika enggak ada air, kebutuhan itu diambil dari ototnya sehingga otot bisa mengkerut dan kering. Ini tidak baik dan kasihan ularnya," ungkap Amir.

Amir mengatakan, pihak berwenang seperti BKSDA dapat merawat ular tersebut agar tidak mati hingga nanti akhirnya dilepasliarkan. Hal ini juga sebagai upaya dalam pelestarian ular piton, mengingat jumlahnya yang sedikit di Jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com