Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sanca Kembang yang Hebohkan Warga Surabaya dan Lamongan

Kompas.com - 18/11/2019, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Ular piton sanca kembang ramai dibicarakan setelah muncul di sungai kering dan menghebohkan penduduk Candi Lempung, Surabaya, Sabtu (16/11/2019).

Beruntung, warga setempat yang bernama Mariyadi (41) berhasil menangkap ular yang panjangnya diperkirakan 4 meter itu. Dia mengaku berjibaku selama 15 menit untuk menangkap ular tersebut.

"Saya pegang ekornya, saya tarik, sempat lepas karena melawan. Sempat tarung sama saya, sampai saya jatuh," ujarnya, seperti dilansir Tribunnews.com, Minggu (17/11/2019).

Selain di Surabaya, pagi tadi dua orang warga Lamongan, Jawa Timur, juga dikabarkan berhasil menangkap ular sanca kembang.

Ular tersebut ditemukan dua warga Dusun Mlawang, Desa Surabayan, Lamongan, yaitu Doni (20) dan Diki (20).

"Awal yang menemukan pertama kali itu Diki, saat dia mau memberi makan ikan lele di kolam yang ada di belakang rumah. Tadi pagi sekitar pukul 07.00 WIB," ujar Doni saat dihubungi, Senin (18/11/2019).

Baca juga: Seekor Ular Raja Kena Penyakit Jamur dan Bikin Wajahnya Mirip Mumi

Berkaitan dengan penangkapan ular yang menghebohkan ini, peneliti bidang herpetologi LIPI, Amir Hamidy, membenarkan bahwa kedua ular yang ditangkap adalah sanca kembang.

"Benar, itu ular sanca kembang," kata Amir dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin.

Sanca kembang atau disebut juga sanca batik (Malayopython reticulatus) merupakan jenis ular dari keluarga Pythonidae yang berukuran besar dan memiliki tubuh terpanjang dibanding ular lain.

Masyarakat di Indonesia dan Malaysia sering menggunakan kata sanca untuk menyebut ular jenis piton ini.

"Ini (sanca kembang) bukan ular berbisa, tapi dia ular terbesar di dunia," imbuh Amir.

Ular piton sanca kembang yang hidup di alam liar panjang tubuhnya bisa 8-9 meter. Sementara ular sanca kembang yang di kandang, panjangnya ada yang mencapai 10 meter.

Ukuran tersebut melebihi panjang ular anakonda (Eunectes) yang banyak ditemukan di Sungai Amazon.

Meski tidak berbisa, ular sanca kembang dewasa dapat memangsa manusia. Hal ini seperti dialami seorang wanita Sulawesi yang tewas ditelan ular sanca sepanjang 8 meter pada Juni 2018.

Ular sanca kembang memang memiliki sebaran yang luas di Indonesia. Spesies ini dapat ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku bagian utara, sampai Halmahera.

"Memang ular ini (sanca kembang) ada di seluruh kepulauan Indonesia, kecuali Papua ya," ujar Amir.

Ilustrasi ular piton sanca kembang (Malayopython reticulatus) Ilustrasi ular piton sanca kembang (Malayopython reticulatus)

Menariknya, ular sanca kembang merupakan jenis hewan adaptif yang dapat ditemukan di berbagai jenis habitat, seperti hutan, perkebunan sawit, dan perkotaan.

"Dia sangat adaptif pada tipikal habitat apa pun, dari hutan primer, hutan sekunder, sampai perkotaan. Karena makanan dia kan mamalia, jadi kalau ada banyak tikus, dia (sanca kembang) bisa survive," ungkap Amir.

Meski dapat ditemukan di banyak wilayah, ular sanca kembang di Sulawesi lebih panjang dibanding yang ada di Jawa atau Kalimantan.

Hal ini berhubungan dengan ukuran mangsa ular sanca kembang yang ada di masing-masing wilayah.

Kalau di Sulawesi, sanca kembang merupakan predator puncak. Mereka dapat memangsa babi hutan dan mamalia berukuran besar lain.

Sementara ular sanca kembang di Jawa dan Kalimantan, umumnya hanya memangsa tikus atau mamalia kecil.

Seberapa berbahaya ular sanca kembang?

Amir mengatakan, ketika sanca kembang berukuran kurang dari 5 meter, ular tersebut tidak dapat menelan manusia. Berbahaya jika ukurannya lebih dari 5 meter.

"Panjang 5,2 meter, sanca kembang sudah bisa menelan manusia dewasa," kata Amir.

"Tapi kalau di bawah 5 meter, ya enggak berbahaya," ungkapnya.

Untuk kejadian di Surabaya kemarin, Amir menduga ular tersebut bisa jadi peliharaan warga yang lepas. Asumsi ini berdasar fakta ukuran ular yang diperkirakan mencapai empat meter.

Baca juga: Mengenal Ular Sanca Batik, Predator yang Makan Manusia di Sulawesi

Amir juga mengimbau masyarakat setempat untuk melaporkan temuan ini ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat untuk penanganan lebih lanjut.

Pasalnya, ular yang tidak mendapat penanganan yang tepat justru bisa mati.

Salah satu yang harus diperhatikan adalah kebutuhan air dan ukuran kandang yang harus sesuai tubuh ular.

"Ular memang bisa bertahan tanpa makan sampai dua tahun, tapi mereka enggak bisa bertahan tanpa air lebih dari dua minggu," kata Amir.

"Ketika enggak ada air, kebutuhan itu diambil dari ototnya sehingga otot bisa mengkerut dan kering. Ini tidak baik dan kasihan ularnya," ungkap Amir.

Amir mengatakan, pihak berwenang seperti BKSDA dapat merawat ular tersebut agar tidak mati hingga nanti akhirnya dilepasliarkan. Hal ini juga sebagai upaya dalam pelestarian ular piton, mengingat jumlahnya yang sedikit di Jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com