Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Tikus untuk Mengobati Depresi Manusia, Bagaimana Caranya?

Kompas.com - 13/11/2019, 11:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Tim peneliti neurobiologi yang dipimpin Alon Chen, dalam eksperimennya mengamati tikus yang ditempatkan berkelompok dan dibiarkan berkeliaran dengan bebas.

Setelah mengamati interaksi tikus selama beberapa hari, para ilmuwan dapat mengidentifikasi hingga 60 perilaku berbeda. Misalnya keinginan tikus untuk mendekati kawannya, mengejar atau melarikan diri, berbagi makanan, menjelajahi sekitar dan bersembunyi.

Setiap tikus kemudian diberi penilaian berbeda berdasarkan perilakunya.

Peneliti menggunakan bantuan program komputer khusus, yang dapat mengekstraksi sifat-sifat hewan pengerat itu. Dari data yang mereka peroleh selama pengamatan, tim akhirnya dapat menentukan skala kepribadian hewan.

Baca juga: Serba-serbi Depresi, Penyakit yang Diderita Nunung

Mirip skala kepribadian manusia

Penilaian skala kepribadian ini, mirip dengan yang dilakukan terhadap manusia.

Disebut sebagai “lima besar” model kepribadian, termasuk sifat ekstroversi yakni tipe kepribadian yang lebih condong ke arah luar dirinya, penyesuaian, kesadaran, neurotisisme dan terbuka untuk pengalaman baru.

Sebagai tambahan informasi, esktroversi adalah sifat yang berhubungan dengan keinginan untuk banyak berbicara, bersosialisasi dan ekspresi emosional yang tinggi; suka dengan altruisme atau perhatian terhadap orang lain; terbuka terhadap imajinasi yang luas; dorongan untuk melakukan sesuatu tanpa pertimbangan; hingga emosi yang lebih dinamis.

Para peneliti mendefinisikan "kepribadian" sebagai karakteristik individu yang cukup stabil, dan terus bertahan seumur hidup.

Untuk membuktikan bahwa perilaku tikus yang diamati benar-benar dapat dianggap sebagai ciri-ciri kepribadian, para ilmuwan kemudian menempatkan tikus dalam situasi penuh tekanan (stres).

Meskipun perilaku tikus berubah, karakteristik kepribadian mereka tetap sama. Kesimpulannya bahwa setiap tikus memiliki kepribadian yang unik.

Para peneliti, yang berasal dari Weizman Institute of Science di Rehovot, Israel dan Max Planck Institute of Psychiatry di München, Jerman, menerbitkan hasil penelitian mereka pada 4 November 2019, di jurnal Nature Neuroscience.

Gen penentu kepribadian

Tim juga meneliti hubungan antara genetika dan perilaku, yang telah lama menjadi pertanyaan dalam sains.

Pembahasan korelasi ‘genetika dan perilaku’ bukanlah hal baru, karena hampir dipastikan bahwa gen memengaruhi perkembangan kepribadian manusia. Faktor lingkungan tempat mereka hidup juga menentukan karakteristik individu tersebut.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tikus yang telah hidup selama beberapa generasi di laboratorium, ternyata masih memiliki sifat, kepribadian dan perilaku yang sama seperti yang diwarisi leluhur mereka, yang terbiasa hidup bebas di alam liar selama jutaan tahun.

Penelitian yang berguna untuk manusia

Salah seorang peneliti utama, Dr. Oren Forkosh menekankan, dengan memahami bagaimana anak-anak mewarisi aspek-aspek tertentu dari kepribadian mereka, dapat membuka visi baru cara mendiagnosa dan menentukan pengobatan penyakit mental dengan lebih baik.

Jika faktor gen ini memicu perilaku patologis, meneliti bagaimana gen membentuk kepribadian, dapat membantu perkembangan terapi psikoterapi yang lebih individual.

Terapi secara individual, juga termasuk pemberian resep obat yang lebih spesifik dan efektif untuk mengobati penyakit depresi.

Obat yang dirancang individual, bisa difokuskan untuk mengidentifikasi beberapa karakteristik bawaan manusia, seperti sifat terbuka dan neurotisisme, yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam pengobatan spesifik.

Dengan mengidentifikasi kaitan antara kepribadian, gen dan obat-obatan, diharapkan bisa membantu menemukan kecocokan antara pasien yang menderita penyakit mental dan terapi yang efektif.

Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang paling banyak diidap manusia. Sekitar 300 juta orang menderita depresi di seluruh dunia. Inilah target utama penelitian pengobatan yang lebih personal.

Baca juga: Mengenal Fenomena Winter Blue, Depresi saat Musim Dingin Tiba

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, depresi berat yang dapat menyebabkan seseorang bunuh diri, merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian pada perempuan dan laki-laki, dalam rentang usia 15-44 tahun.

Jika Anda merasa menderita tekanan emosional atau mempunyai pikiran untuk bunuh diri, segera mencari bantuan profesional. Anda dapat menemukan informasi tentang bantuan ini, di mana pun Anda tinggal di dunia, lewat situs web: www.befrienders.org

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau