Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurang Kesadaran, Penderita Diabetes di Indonesia Terus Meningkat

Kompas.com - 08/11/2019, 08:32 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penderita diabetes terus meningkat di Indonesia. Berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angkanya terus naik yaitu 5,7 persen (2007), 6,9 persen (2013), dan melonjak menjadi 10,9 persen pada 2018.

Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Prof DR dr Ketut Suastika SpPD KEMD mengungkapkan, kenaikan ini juga dipicu oleh tenaga medis yang berfokus memberi perhatian kepada hal-hal yang bersifat medis, misalnya pengobatan.

"Sayangnya, usaha ini (pengobatan) belum mencapai hasil yang maksimal. Masyarakat juga belum banyak yang sadar berobat atau mendiagnosis awal. Di sisi lain, pembiayaan kesehatan kita masih sangat rendah," kata Suastika dalam acara Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) InaHEA (Indonesian Health Economic Association) ke-6 di Bali (6/11/2019).

Oleh sebab itu, penderita diabetes terus meningkat bahkan terjadi komplikasi yang dapat menyebabkan morbiditas, mortalitas, dan gangguan sosial, serta juga membutuhkan biaya lebih besar lagi untuk mengatasinya.

Baca juga: Menghitung-hitung Beban Ekonomi Akibat Diabetes di Indonesia

Menurut Suastika, masyarakat Indonesia yang memiliki gula darah tinggi tapi belum diabetes (pra diabetes), terbilang banyak, yakni mencapai 30 persen.

"Kalau dibiarkan, dalam 5 sampai 6 tahun, sekitar 50 persen (orang yang pra diabetes) mungkin akan menjadi diabetes. Pra diabetes dan diabetes yang belum terdiagnosis adalah ancaman besar," tuturnya.

Namun juga diakui dia bahwa pola pasien diabetes di Indonesia memang cukup unik, dan cukup menyulitkan untuk usaha penanggulangan diabetes.

Pola yang dimaksudkan tersebut antara lalin, tingginya pra diabetes dan DM2 yang tidak terdiagnosis, gangguan fungsi sel beta pankreas yang cepat muncul, banyak diabetes yang tidak diobati dengan baik atau tidak patuh berobat, dan angka komplikasi tinggi.

Di sisi lain, anggaran pembiayaan pengobatan juga masih rendah.

"Beban pembiayaan terkait diabetes dan komplikasinya sangat besar," ujarnya.

Kata Suastika, untuk menurunkan angka komplikasi, hasil tes HbA1c harus bisa mencapai target kurang dari 7 persen.

HbA1c merupakan pemeriksaan medis untuk membantu memantau kadar gula darah Anda.

HbaA1c adalah hemoglobin yang berikatan dengan gula darah. HbA1c dapat memberikan gambaran nilai rerata gula darah dalam tiga bulan terakhir, dan sebaiknya diperiksa tiap 3-6 bulan.

Tanpa HbA1c yang terkontrol, komplikasi akan muncul, dan inilah yang menelan tiga per empat pembiayaan diabetes.

"Dengan menurunkan HbA1c hingga di bawah 7 persen, berbagai komplikasi bisa dicegah, baik (secara) mikrovaskular maupun makrovaskular," ujarnya.

Namun faktanya, nilai HbA1c pasien diabetes di Indonesia adalah yang terburuk di dunia, yakni 9,2 persen.

Baca juga: Alasan Penderita Diabetes Harus Periksa Retina Mata Secara Berkala

Selain itu, pengelolaan DM2 di Indonesia cenderung lamban dan konservatif.

DM2 adalah salah satu jenis diabetes yang biasa terjadi pada usia dewasa hingga lansia dan biasa dikenal sebagai diabetes yang disebabkan oleh gaya hidup, terutama pola makan yang salah.

"Kita cenderung menunggu. Kalau sudah HbA1c naik, baru obat ditambah, dan ini lama sekali. Padahal, satu pil tidak akan bisa memelihara kadar gula darah lebih dari 1 sampai 2 tahun. Kita perlu lebih agresif," tuturnya.

Tahap awal, diabetes bisa diatasi dengan perbaikan gaya pola makan dan aktivitas fisik. Namun begitu tampak gula darah pasien tak kunjung terkontrol, harus segera diberi obat. Saat satu obat tidak berhasil, harus segera ditambah obat lain (kombinasi), atau insulin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau