Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/11/2019, 17:05 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Sejarawan Universitas Indonesia, Dr Bondan Kanumoyoso, berkata bahwa karakter asli orang Indonesia sudah pasti toleran.

Hal ini dibuktikan dengan gagalnya politik segregasi oleh VOC di Batavia dan sangat kuatnya corak kemaritiman di nusantara.

Dituturkannya dalam Talkshow Proyek DNA Leluhur Historia.id "Jejak Manusia Nusantara & Peninggalannya" yang diadakan di Museum Nasional, Jakarta, Selasa (5/11/2019), Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (VOC) pernah mencoba untuk menerapkan politik segregasi atau pemisahan kelompok ras atau etnis di Batavia.

Tujuannya untuk mempermudah pengawasan setiap etnis, agar macam-macam etnis yang ada di Batavia tidak bercampur dan melawan penjajah Belanda yang merupakan minoritas.

Baca juga: Leluhur Indonesia Terungkap, Memang Ada Moyang Pelaut dari China

Dalam politik segregasi ini, VOC membuat kampung-kampung yang berdasarkan latar belakang etnis. Kampung-kampung itu diisi etnis-etnis tertentu, misalnya Kampung Bugis, Kampung Makassar dan Kampung Bali yang namanya masih digunakan hingga sekarang.

Bondan berkata bahwa sebetulnya, kebiasaan mengelompokkan semacam ini bukan pertama kali dicetuskan oleh Belanda. Di seluruh pelabuhan di Asia, sudah ada kampung-kampung khusus, seperti Kampung Ambon di Semarang dan Kampung Jawa di Makassar.

Namun, VOC-lah yang pertama kali memberlakukannya secara intensif untuk kepentingannya sendiri dan bukan kepentingan penduduk.

Untungnya, politik segregasi ini gagal. Pada saat itu, VOC menerapkan pemerintahan tidak langsung (indirect rule), di mana administrasi bumiputera diserahkan kepada bumiputera sendiri. Sistem ini membuat para pemimpin kampung bekerja semaunya sendiri dan menyerahkan laporan tentang sensus penduduk yang tidak akurat.

Penduduk kampung-kampung di Batavia saling berinteraksi tanpa dapat dicegah; sehingga ketika memasuki abad ke-18, isi kampung-kampung ini sudah tidak lagi murni etnis tertentu, tetapi sudah bercampur baur.

Baca juga: Tak Ada Pribumi, 4 Gelombang Migrasi Jadikan Kita Manusia Indonesia

Bahkan pada awal abad ke-20, sensus di kota Batavia tentang profil etnik penduduk jakarta menunjukkan bahwa kategori etnis yang ditetapkan oleh politik segregasi tidak berbekas. Indonesia sudah bercampur baur dan tidak ada lagi perbedaan etnis di dalam kampung-kampung itu.

"Jadi itu terbukti bahwa kebijakan untuk membuat semacam pemisah agar tiap ras itu tetap murni di Indonesia yang pernah dicoba di sekitar Batavia itu gagal," ujar Bondan.

Dia melanjutkan, saya enggak terlalu khawatir dengan berbagai macam perdebatan akhir-akhir ini yang mengobsesikan adanya kemurnian ras, karena di Indonesia itu enggak pernah ada (kemurnian ras). Dan karakteristik orang Indonesia itu enggak seperti itu, cenderung bercampur baur. Jadi perlahan-lahan identitas etnis ini hilang.

Corak Maritim yang Membuktikan Toleransi

Selain gagalnya politik segregasi oleh VOC, bukti toleransi sebagai karakter asli Indonesia juga ditunjukkan oleh corak maritim nusantara yang bahkan sudah ada sebelum Belanda datang.

Bondan berkata bahwa Indonesia, sebagaimana negara Asia Tenggara lainnya memiliki corak maritim yang sangat kuat dan aktif berdagang. Melihat hal ini, sudah bisa dipastikan bahwa karakter asli orang Indonesia itu toleran.

"Kalau orang berdagang kan mau enggak mau harus berinteraksi dengan semua orang, enggak bisa eksklusif dan kemudian enggak mau berkontak dengan kelompok tertentu. Begitu sikap eksklusif, aktivitas dagangnya enggak bisa berkembang," ujarnya.

Baca juga: Tak Ada Pribumi, Begini Tes DNA Tentukan Asal Usul Orang Indonesia

Indonesia sendiri lahir karena adanya lingua franca atau bahasa penghubung yang menfasilitasi aktivitas perdagangan nusantara. Bahasa itu merupakan bahasa Melayu yang membuat orang Sumatera bisa mengobrol dengan orang Maluku, orang Maluku bisa mengobrol dengan orang Jawa dan orang Jawa bisa mengobrol dengan orang Sulawesi.

Bondan mengatakan, jadi sebetulnya, meski itu enggak terlihat jelas, sudah ada embrio terbentuknya bangsa indonesia itu melalui adanya aktivitas perdagangan yang difasilitasi dari bahasa Melayu. Dan bukan hanya bertukar barang, tapi budaya, ide dan gagasan, sehingga akhirnya kita memiliki kemiripan satu sama lain.

"Jadi indonesia bukan terbentuk karena kolonialisme tapi lebih awal dari itu. Saya menentang pandangan bahwa indonesia baru ada setelah Belanda menjajah indonesia. Enggak, sebelum itu sudah ada Indonesia," imbuhnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Bagaimana Cincin Saturnus Terbentuk?

Bagaimana Cincin Saturnus Terbentuk?

Fenomena
Mengatasi Polusi Udara Dengan Teknologi Plasma

Mengatasi Polusi Udara Dengan Teknologi Plasma

Fenomena
Bagaimana Seharusnya Sampah Dipilah?

Bagaimana Seharusnya Sampah Dipilah?

Kita
Bagaimana Terumbu Karang Terbentuk?

Bagaimana Terumbu Karang Terbentuk?

Oh Begitu
Apa Itu BPA dan Dampaknya bagi Kesehatan?

Apa Itu BPA dan Dampaknya bagi Kesehatan?

Oh Begitu
Apakah Ikan Air Tawar Terbesar di Dunia?

Apakah Ikan Air Tawar Terbesar di Dunia?

Fenomena
Apa Saja Dampak Siklon Tropis terhadap Wilayah Indonesia?

Apa Saja Dampak Siklon Tropis terhadap Wilayah Indonesia?

Fenomena
Fakta-fakta Menarik Kentut, Soda Bikin Lebih Sering Kentut (Bagian 2)

Fakta-fakta Menarik Kentut, Soda Bikin Lebih Sering Kentut (Bagian 2)

Oh Begitu
Seberapa Akurat Ingatan Masa Kecil Kita?

Seberapa Akurat Ingatan Masa Kecil Kita?

Kita
Seperti Apa Gejala Virus Nipah yang Parah?

Seperti Apa Gejala Virus Nipah yang Parah?

Oh Begitu
Seperti Apa Hiu Tertua yang Berusia Ratusan Tahun?

Seperti Apa Hiu Tertua yang Berusia Ratusan Tahun?

Oh Begitu
Apakah Ikan Air Asin Bisa Hidup di Air Tawar?

Apakah Ikan Air Asin Bisa Hidup di Air Tawar?

Oh Begitu
8 Cara Menjaga Kesehatan Saat Cuaca Panas Ekstrem

8 Cara Menjaga Kesehatan Saat Cuaca Panas Ekstrem

Oh Begitu
Apa Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia?

Apa Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia?

Oh Begitu
Mengapa Tidak Ada Narwhal di Penangkaran?

Mengapa Tidak Ada Narwhal di Penangkaran?

Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com