Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Ahli Bicara Mitigasi Tsunami Lewat Kearifan Lokal Indonesia

Kompas.com - 05/11/2019, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Versi pertama yakni dalam buku sejarah menceritakan bahwa ketika Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang ingin menyerbu Sultan Panembahan, dia terhalang oleh aliran lahar dari Gunung Merapi dan terpaksa kembali. Dalam perjalanan, dia terjatuh dari gajah tunggangannya dan meninggal.

Namun dalam versi Babad Tanah Jawi, kisah itu menjadi lebih dramatis.

Panembahan Senopati atau Sutawijaya dan ayahnya, Ki Ageng Pemanahan, sudah mengetahui terlebih dahulu bahwa Sultan Hadiwijaya akan menyerbu sehingga mereka pun berbagi tugas untuk menangkalnya.

Ki Ageng Pemanahan berangkat ke utara untuk meminta bantuan dari Penguasa Merapi, sedangkan Panembahan Senopati berangkat ke selatan untuk meminta bantuan dari Penguasa Laut Selatan.

Ketika menuju ke Selatan, Panembahan Senopati masuk ke Kali Ompak dan berenang. Namun, kemudian seekor naga atau ikan raksasa memberikan bantuan dan mengantarkannya ke muara sungai.

Setelah naik ke daratan, dia pun bersemedi. Semedinya mengeluarkan hawa panas yang menyebabkan gelombang besar.
Gelombang ini mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuh-tumbuhan yang ada di daratan dan mengganggu makhluk-makhluk pengikut Nyi Roro Kidul.

Saat itulah, Nyi Roro Kidul menemui Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti bersemedi karena menganggu rakyatnya.

Mereka pun mencapai kesepatakan, dan Nyi Roro Kidul berjanji akan membantu Panembahan Senopati untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam.

Mencari bukti-bukti tsunami

Eko mengatakan, jika mitos Nyi Roro Kidul memang berkaitan sama fenomena alam, maka fenomena alam itu harusnya terekam dalam sebuah dokumen yang lebih valid secara ilmiah.

Secara kebetulan, Eko mendapatkan salinan dari disertassi Alfred Wichmann, seorang ahli geologi Hindia-Belanda.

Dalam disertasinya, Wichmann mencatat kejadian-kejadian tsunami, gempa bumi dan letusan gunung api di Indonesia dari tahun 300 hingga 1850 berdasarkan macam-macam sumber, mulai dari mitos, cerita rakyat hingga catatan orang Eropa yang sedang berada di Indonesia.

Disertasi Wichmann menyebutkan bahwa pada 1584-1586, ada dua gempa besar yang mengguncang seluruh selatan jawa.

Lalu, pada kisaran waktu yang sama, ada tiga gunung yang meletus yakni Gunung Ringgit, Gunung Kelut dan Gunung Merbabu.

"Dikatakan gempa itu mengguncang seluruh selatan Jawa. Kalau deskripsinya benar, gempa itu kemungkinan besar terjadi di jalur subduksi selatan Jawa (di lautan) dan bukan daratan Pulau Jawa. Karena kalau dari sesar di daratan, gempa itu hanya akan dirasakan oleh wilayah yang tebatas sekali," tutur Eko.

Di samping disertasi Wichmann, Eko dan timnya juga melakukan penelitian lanjutan sejak 2006 untuk mencari bukti adanya tsunami raksasa yang dipicu oleh gempa sekitar 400 tahun yang lalu.

Bila memang benar terjadi, seharusnya bukti dapat ditemukan pada hampir semua tempat di pantai selatan Jawa. Penelitian Eko membuahkan hasil. Bukti ditemukan di Lebak, Ciledug, Pangandaran dan sekitarnya, Cilacap, Kutoarjo, Lumajang bahkan selatan Bali.

"Kami menyimpulkannya, tsunami besar itu memang pernah terjadi 400 tahun lalu," ujar Eko.

Sumber: Kompas.com (Shierine Wangsa Wibawa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau