KOMPAS.com - Artis peran Ariel Tatum mengaku sedang fokus memperbaiki kesehatan mentalnya. Dalam sebuah kesempatan wawancara kemarin Sabtu (19/10/2019), Ariel mengaku mengidap penyakit Borderline Personality Disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang.
Keterbukaan masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan mental dan memproteksi diri sendiri membuat gadis 22 tahun ini tergerak untuk buka suara tentang penyakitnya.
"Aku tersentuh untuk, kayaknya sudah saatnya cerita what I've been through, pengalaman aku sendiri, and do something about it," kata Ariel Tatum.
Ariel bercerita, ketika masih berjuang untuk melawan gangguan mental BPD, Ariel nyaris berulang kali melakukan percobaan bunuh diri.
Baca juga: Kenali Penyakit Autoimun yang Diidap Ashanty, dari Pemicu hingga Tes
Namun Ariel berkata, masalah gangguan mental bukanlah sesuatu yang tabu. Dia justru mengajak agar semua orang peduli, karena hal ini dapat dialami siapa saja, termasuk orang terdekat Anda.
"Aku ingin membantu masyarakat Indonesia mematahkan stigma itu sendiri di mana ngomongin kesehatan mental itu apaan sih?" kata Ariel Tatum.
"Kayak enggak nyaman banget, tabu banget. Makanya aku di sini gelar Let's End the Shame. Ayo kita sudahi rasa malu untuk membahas kesehatan mental kita semua," ujar Ariel Tatum.
Ariel mengatakan, peran keluarga dan sahabat menjadi salah satu faktor yang membuatnya kuat. Namun bagi Ariel, yang paling berpengaruh akan proses terapi BPD adalah diri sendiri.
Dilansir Hello Sehat, Borderline personality disorder (BPD) merupakan gangguan kesehatan mental yang memengaruhi cara berpikir dan perasaan seseorang. Pengidap BPD hampir selalu merasa khawatir, rendah diri (minder), dan takut.
Normalnya, semua orang merasa khawatir, takut, atau cemas ketika berhadapan dengan bos atau harus mengambil sebuah keputusan penting.
Namun, pengidap BPD cenderung merasa khawatir, cemas, minder, dan takut secara terus menerus tanpa penyebab yang jelas.
Sebagai contoh, ketika sedang berkumpul dengan teman atau keluarga, entah bagaimana Anda justru merasa sedih dan kalut, dan menganggap tidak bisa menikmati acara tersebut. Hal ini kemudian membuat Anda membenci diri sendiri.
Contoh lain, saat Anda dan teman janjian untuk pergi di akhir pekan, tapi teman membatalkan janji tersebut karena ada urusan mendesak, Anda tidak bisa mengendalikan pikiran negatif dan berpendapat teman sengaja membatalkan janji karena tidak mau bertemu dengan Anda.
Pikiran-pikiran seperti itulah yang akhirnya membuat Anda merasa begitu hampa dan putus asa. Seolah-olah Anda hanya sendirian di dunia ini dan tidak ada yang mengerti perasaan Anda.
Namun, di sisi lain Anda juga merasa dibanjiri oleh berbagai macam emosi negatif yang campur aduk. Ketika perasaan tersebut muncul, Anda pun bisa meledak-ledak tak terkendali.