Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erupsi Gunung Merapi Disusul Gempa Senin Sore, Begini Analis BMKG

Kompas.com - 17/10/2019, 19:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Senin sore (14/10/2019) pukul 16.31.00 WIB terjadi letusan Gunung Merapi. Sumber dari BPPTKG Yogyakarta menyebutkan adanya semburan awan panas dengan kolom setinggi maksimum kurang lebih 3.000 meter dari puncak Merapi.

Ada yang menarik dari peristiwa letusan Merapi tersebut, karena waktunya yang bersamaan dengan terjadinya aktivitas gempa tektonik di Samudra Hindia.

Gempa tektonik ini berkekuatan M 2,8 terjadi pukul 16.31.56 WIB dengan episenter di laut pada jarak 38 km arah barat daya Bantul.

Hingga saat ini beberapa warga dan netizen masih menanyakan apakah ada kaitan antara letusan Merapi dan gempa tektonik tersebut.

Baca juga: 2 Gempa Besar Guncang Zona Megathrust Bengkulu, Begini Analisis BMKG

Kaitan gempa dan letusan gunung Merapi

Dari waktu kejadian antara peristiwa letusan Gunung Merapi dan gempa tektonik, yang terjadi duluan adalah letusan Merapi.

Daryono selaku Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG menjelaskan, jika gempa tektonik mempengaruhi letusan Merapi, mestinya gempa tektonik terlebih dahulu waktu terjadinya.

"Teori yang berkembang saat ini adalah, gempa tektonik yang memicu aktivitas gunung api, bukan sebaliknya," ujar Daryono kepada Kompas.com, Kamis (17/10/2019).

Gempa tektonik

Daryono menjelaskan, secara tektovulkanik, gempa tektonik memang dapat meningkatkan aktivitas vulkanisme. Syaratnya, kondisi gunung api tersebut sedang aktif, magma cair, dan kaya gas.

"Jika kondisi semacam ini maka dinamika tektonik di sekitar kantung magma, rentan memicu aktivitas vulkanisme," terangnya.

Gempa tektonik yang bersumber dekat gunung api dapat menciptakan stress-strain yang memicu terjadinya perubahan tekanan gas dalam kantung magma.

Stress-strain akibat gempa tektonik di sekitar gunung api dapat menekan cebakan reservoir magma.

Aktifnya gunung api dimulai ketika berlangsungnya induksi perambatan stress-strain dari aktivitas seismik akibat gempa tektonik.

"Fenomena ini dapat dianalogikan seperti sebuah botol minuman yang dikocok hingga menimbulkan gelembung-gelembung gas yang kemudian bergerak naik, selajutnya menekan bagian atas dan melepaskan sumbatan tutup botol tersebut hingga terjadi letupan," katanya.

Aktivitas seismik

Jika kita mengamati aktivitas gempa tektonik beberapa waktu terakhir di Yogyakarta, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya peningkatan aktivitas seismik menjelang letusan Merapi haris Senin lalu.

Daryono berkata, sejak awal Oktober 2019 tercatat 5 kali peristiwa gempa tektonik di daratan Yogyakarta, yaitu:

  • 4 Oktober 2019, gempa berkekuatan M 2,0
  • 5 Oktober 2019, gempa berkekuatan M 2,4
  • 7 Oktober 2019, gempa berkekuatan M 2,1
  • 9 Oktober 2019, gempa berkekuatan M 2,2
  • 14 Oktober 2019 pukul 11.13.22 WIB, gempa berkekuatan M 1,9

"Jika aktivitas vulkanisme gunung api merupakan bagian dari rangkaian kegiatan tektonik, maka kita dapat katakan bahwa aktifnya Merapi tampaknya tidak terlepas dari pengaruh kegiatan gempa tektonik yang terjadi di sekitarnya," kata Daryono.

Memang dalam banyak kasus, letusan Merapi didahului adanya gempa tektonik lokal baik yang bersumber dari zona subduksi maupun sesar aktif di Yogyakarta.

Salah satu contoh adalah menjelang letusan Merapi 2010, BMKG mencatat adanya peningkatan aktivitas gempa tektonik 9 bulan sebelumnya. Saat itu ada 23 gempa tektonik bersumber dari zona sesar aktif.

Baca juga: Gempa Hari Ini: M5,9 Guncang Bengkulu, Tidak Berpotensi Tsunami

Untuk membuktikan adanya kaitan antara aktivitas gempa tektonik dan letusan gunung api, Daryono mengatakan perlu kajian lebih mendalam secara empiris.

Terkait letusan Merapi tersebut, maka kepada seluruh warga dihimbau agar tetap mentaati zona larangan yang sudah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau