Hera melanjutkan, keturunan dari migrasi gelombang pertama mengembara sampai ke Australia. Mereka bermigraasi pada periode Pleistosen Akhir (sekitar 11.500 tahun lalu) dan periode Holosen Awal (sekitar 11.000 tahun lalu).
Gelombang kedua
Gelombang migrasi kedua adalah manusia modern yang datang dari Asia daratan sekitar 4.300 sampai 4.100 tahun lalu.
Hera menjelaskan, para penutur Austro-asiatik mulai bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja melewati Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Kala itu, wilayah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan masih berupa daratan yang menyatu.
Gelombang ketiga
Gelombang migrasi ketiga terjadi pada periode Holosen, tepatnya sekitar 4.000 tahun yang lalu.
Saat itu manusia modern penutur Austronesia yang berciri ras Mongoloid membawa paket budaya neolitik berupa gerabah, beliung, seni, bahasa, teknologi, maritim, pengolahan makanan, serta domestikasi hewan.
Untuk diketahui, ras Mongoloid ciri fisiknya antara lain memiliki rambut berwarna hitam lurus, bercak mongol pada saat lahir, dan kelopak mata sipit. Selain itu, perawakan ras Mongoloid seringkali berukuran lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid.
Gelombang keempat
Nah, gelombang migrasi keempat adalah perpindahan manusia modern pada zaman sejarah.
Saat migrasi gelombang keempat terjadi, manusia modern dari India, Arab, dan Eropa masuk ke Nusantara.
"Pada masa ini, pembauran terjadi semakin kompleks. Genetika manusia yang tinggal di Nusantara atau Indonesia juga beragam. Sudah sulit dikenali lagi, mana lagi yang disebut gen dari Indonesia asli," terang Hera.
Sebagai peneliti genetika terkemuka Indonesia, Hera menerangkan, keempat fase gelombang migrasi yang terjadi di masa lalu itulah yang menjadikan orang asli Indonesia sangat sulit diidentifikasi.
Manusia modern sejak 150 ribu tahun lalu telah mengembara dari Afrika untuk menduduki wilayah baru. Ketika mereka melewati lingkungan, iklim, dan cuaca yang berbeda-beda, itu juga ikut memengaruhi fisik yang dimiliki manusia modern itu sendiri.