KOMPAS.com - Peneliti berhasil menemukan dua kerangka hiu purba yang nyaris utuh di Pegunungan Atlas sebelah timur Maroko.
Kedua kerangka yang ditemukan tersebut masuk dalam genus Phoebodus, kelompok hiu primitif yang telah punah dan hidup jauh sebelum dinosaurus dan megalodon ada di muka Bumi.
Temuan tersebut mengejutkan karena selama ini peneliti tidak bisa menerka bagaimana bentuk hiu purba sebenarnya.
Kerangka hiu yang biasa ditemukan ilmuwan umumnya berupa tulang rawan sehingga tidak bisa terawetkan layaknya kerangka hewan lain. Akibatnya ada kesenjangan catatan peneliti mengenai hiu purba ini.
Baca juga: Apa Jadinya jika Hiu di Bumi Menghilang?
Dilansir Newsweek, Kamis (3/10/2019), riset yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B ini menyebutkan jika kerangka hiu-hiu tersebut ditemukan di lapisan sedimen yang berumur 360-370 juta tahun lalu.
Daerah tempat ditemukannya kerangka hiu dahulu merupakan lokasi cekungan laut dangkal.
Wilayah tersebut memiliki kondisi dengan kadar oksigen rendah serta sirkulasi air yang terbatas. Hal tersebut yang mungkin menyebabkan kerangka hiu dapat bertahan lebih lama.
Meski saat ditemukan, kondisi kerangka sebenarnya sudah mulai memburuk karena tergerus waktu. Namun tim berhasil melakukan pemindaian dan mengungkapkan detail yang menarik dari hiu purba ini.
Baca juga: Hiu Baru Ditemukan, Berukuran Mini dan Bisa Nyala dalam Gelap
Tidak seperti hiu modern, hiu Phoebodus memiliki moncong panjang dan tubuh seperti belut.
Dilansir Live Science, Jumat (5/10/2019), penampilan tersebut membuat hiu Phoebodus sangat mirip dengan hiu berjumbai (Chlamydoselachus anguineus), yang dapat ditemukan di laut dalam dan samudra terbuka. Hiu berjumbai memiliki tubuh silinder panjang yang dapat mencapai hingga dua meter.
Kesamaan bentuk antara hiu Phoebodus dan berjumbai diyakini berhubungan dengan cara makan yang sama, yakni dapat menelan mangsa utuh.
"Bentuk gigi yang mengarah ke dalam membantu memastikan mangsa bisa terdorong ke satu arah; tenggorokannya," jelas David Ebert, dari Pasific Shark Research Center.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.