KOMPAS.com - Film Joker akhirnya tayang di bioskop Indonesia. Dalam film tersebut, karakter Arthur yang merupakan tokoh utama film ini digambarkan memiliki kondisi yang membuatnya tertawa saat sedih.
Banyak penonton yang lantas bertanya-tanya, apakah kondisi tersebut benaran ada atau sekadar fiksi?
Dilansir dari WebMD, 6 Juni 2018, kondisi ini disebut pseudobulbar affect (PBA), di mana seseorang tidak dapat merasakan dan juga mengontrol emosi sesuai dengan situasi yang dihadapinya.
Di Amerika Serikat saja, jumlah penderitanya mencapai 1 juta orang. Mereka tertawa dan menangis secara tiba-tiba, tidak terkendali dan seringkali pada waktu yang salah.
Respons yang terjadi ini bukan karena suasana hati atau mood yang berubah-ubah, melainkan karena adanya gangguan sistem saraf.
Baca juga: It: Chapter 2 Rilis di Indonesia, Kenapa Badut Bikin Seram?
PBA juga disebut dengan inkontinensia emosional, labilitas emosional, menangis tanpa sadar, tertawa dan menangis secara patologis.
Berikut gejala yang sering dialami oleh mereka yang memiliki PBA dan perlu Anda perhatikan, yaitu:
Gejala-gejala di atas tidak terkait dengan suasana hati. Dengan kata lain, Anda mungkin merasa bahagia, tetapi mulai menangis dan tidak bisa berhenti; atau Anda bisa merasa sedih tetapi mulai tertawa ketika tidak seharusnya.
Lalu, Anda mungkin hanya mengalami salah salah satu dari gejala tersebut, dan tidak secara keseluruhan. Beberapa orang juga mengatakan bahwa gejalanya muncul begitu cepat, seperti kejang.
Selain itu, PBA sangat mudah untuk dikira gejala orang yang mengalami depresi atau gangguan bipolar, meskipun sebenarnya berbeda.
Baca juga: 9 Manfaat Tertawa Nonton Film Komedi seperti Warkop DKI Reborn 3
Para ilmuwan meyakini bahwa PBA dapat terjadi akibat kerusakan pada korteks prefrontal atau area otak yang membantu mengendalikan emosi.
Selain itu, PBA juga bisa terjadi karena perubahan bahan kimia otak yang terkait dengan depresi dan hiper mood (mania).
Cidera atau penyakit yang dapat mempengaruhi otak juga bisa menjadi pemicu PBA. Bahkan, ada sekitar setengah dari orang yang terserang stroke mengalami PBA.
Serta, kondisi penyakit atau kelainan di otak seperti tumor otak, demensia, sklerosis multiple (MS), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), dan penyakit parkinson dapat dikaitkan dengan PBA tersebut.
Jika Anda atau seseorang di sekitar Anda banyak menangis atau tertawa tanpa diketahui apa sebabnya, maka perlu melakukan diagnosis atau setidaknya konsultasi dengan dokter.
Memang pada dasarnya, PBA sulit untuk didiagnosis karena kemiripan ekspresi dengan depresi atau gangguan mood lainnya. Namun, Anda bisa meminimalisir kesalahan diagnosis dnegan mengomunikasikan secara detail mengenai gejala yang dialami dan berapa lama sudah terjadi kepada dokter.
Baca juga: Cara agar Bau Badan Tak Lampaui Batas seperti Mr. Kim Parasite
Jika perlu, buatlah catatan harian tentang kapan dan berapa lama Anda mengalami gejala-gejala tersebut. Hal itu akan membantu dokter untuk tidak perlu melakukan tes untuk mendiagnosis PBA kembali pada jenjang konsultasi.
Untuk membedakan PBA dengan epilepsi yang gejalanya hampir serupa, dokter mungkin akan melakukan electroencephalog (EEG), atau tes tanpa rasa sakit yang melacak gelombang otak Anda.
Atau Anda juga bisa melakukan diagnosis dengan menjawab dua jenis kuesioner berikut yang dapat menentukan apakah tertawa dan menangis yang Anda alami merupakan tanda-tanda dari PBA.
Skala tertawa dan menangis patologis (PLACS)
Pada kuesioner ini, dokter akan mengajukan pertanyaan kepada Anda tentang tertawa dan menangis yang Anda alami, misalnya berapa lama Anda mengalami itu ketika terjadi, apakah ada kaitannya tertawa dan menangis yang Anda alami dengan suasana hati atau mood dan situasi sosial saat itu, serta mengenai seberapa besar perasaan kesusahan yang Anda rasakan setelahnya.
Pusat studi kelayakan-skala neurologis (CNS-LS)
Anda diminta menjawab pertanyaan tentang gejala-gejala yang Anda alami, seperti seberapa sering gejala itu terjadi, dan bagaimana perasaan Anda. Misalnya, apakah Anda merasa diri Anda terlalu mudah menangis atau terlalu mudah tertawa.
Baca juga: Kiat Medis Menahan Pipis Saat Nonton “Avengers: Endgame” Selama 3 Jam
Pada penderita PBA, dokter biasanya meresepkan anti-depresan untuk mengendalikan gejala PBA, tetapi hal itu tidak selalu bekerja dengan baik.
Pada 2010, Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) menyetujui pemberian dextromethorphan atau quinidine (Nuedexta) sebagai bagian dari terapi obat lini pertama untuk PBA.
Menurut penelitiannya, kedua obat ini dapat membantu mengontrol ledakan tertawa dan menangis pada orang dengan sklerosis ganda dan Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).
Hidup dengan kondisi PBA tentu tidak mudah. Namun, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi kecemasan akibat PBA. Berikut adalah rekomendasi dari National Stroke Association: