Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan dalam Aksi 23-24 September, Benarkah Kultur Demonstrasi Patriarkis?

Kompas.com - 26/09/2019, 16:33 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Aksi massa di depan gedung DPR Jakarta pada 23-24 September 2019 melibatkan berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, masyarakat sipil, hingga para aktivis.

Sejumlah potret yang beredar pun menunjukkan keikutsertaan mahasiswi di dalamnya. Mereka membawa berbagai poster satir untuk menyuarakan pendapat.

Perempuan ikut berdemo memang bukan hal baru. Namun yang menjadi perhatian warganet, kultur demo yang terjadi kemarin dianggap bersifat patriarkis.

Hal ini salah satunya ditulis akun Twitter @Eduardlazarus dalam sebuah utas.

Baca juga: Pernyataan Wiranto Soal Demo Tak Relevan, Ahli Nilai Bisa Jadi Bumerang

"Temuan yang paling kengiang-ngiang adalah: budaya aksi massa mahasiswi kita inherently patriarkis," tulis Eduardlazarus mengawali utas.

Kuktur patriarkis yang dimaksudnya adalah, dia melihat setelah jam 18.00 sore massa perempuan diminta kembali ke bis dengan komando seorang pria.

"Jam 7 malam, rasio peserta aksi perempuan banding laki-laki mungkin satu banding seratus," ungkap dia.

Dia menceritakan kericuhan mulai muncul saat sudah sedikit massa perempuan.

Hal yang menarik, @Eduardlazarus melihat ada satu perempuan di pusat aksi ricuh yang justru meneriaki para provokator dan meminta orang untuk mundur.

Kata aktivis perempuan

Berbeda dengan utas yang diceritakan @Eduardlazarus, aktivis perempuan Luviana justru menemukan hal lain di lapangan. Dia mengaku sama sekali tidak mendengar tentang mahasiswi diminta mundur dan lain sebagainya.

"Justru yang aku lihat perempuan merasa terlindungi," ungkap Luviana yang dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon Rabu (25/9/2019).

Ketika berada di lapangan, Luviana sempat berdesakan dengan para mahasiswa ketika berjalan mundur karena para mahasiswa ingin lari cepat. Namun saat dia terjatuh, para mahasiswa langsung sigap menolong dan melindungi.

"Mereka langsung teriak, 'ini perempuan, ini perempuan. Perempuan dulu'," tuturnya mengingat pengalaman turun ke jalan pada pada Selasa (24/9/2019).

Selain itu, Luviana juga melihat ketika suasana ricuh dan ada mahasiswa membawa sepeda motor, mereka kembali meminta rombongannya untuk mempersilakan perempuan lebih dahulu yang berjalan.

Pengalaman yang dilihat dan dirasakan Luviana dipandang sebagai perlindungan terhadap perempuan, bukan budaya patriarki.

Ketika ada yang mengatakan bahwa kultur demo mahasiswa yang dialami kemarin bersifat patriarki, Luviana melihat mungkin hal itu disebabkan oleh pengalaman baru yang dialami mahasiswa.

Mahasiswa turun ke jalan dalam jumlah besar, kemungkinan banyak di antaranya yang baru pertama kali melakukannya. Itu artinya demo mahasiswa merupakan pengalaman dan pelajaran baru bagi mahasiswa untuk berhadapan dengan situasi besar.

Oleh sebab itu, menanggapi utas tentang demo yang bersifat patriarki tersebut, Luviana menganggap pemikiran itu justru belum sampai ke sana.

Demo mahasiswa dengan gelombang sangat besar, bagi Luviana adalah pelajaran baru untuk mahasiswa Indonesia. Dia menilai, wajar jika mahasiswa belum dapat memahami situasi dengan sangat cepat.

"Misalnya pertama, memahami gelanggang aksi, memahami isu dengan sangat cepat dan mudah, atau yang ketiga pada tingkat lebih kompleks (untuk) memahami bahwa perempuan memiliki hak yang sama. Itu menurutku pelajaran yang masih agak lama karena mereka masih baru banget," tambahnya.

Baca juga: Ribuan Demonstran Turun Jalan, Kenapa Gerakan Mahasiswa Selalu Terdepan?

Pembelaan mahasiswa

Alih-alih membahas anggapan adanya kultur patriarkis dalam demo mahasiswa, Luviana justru menilai mahasiswa mempunyai kesadaran tinggi untuk melakukan pembelaan terhadap masyarakat yang tertindas.

Hal ini dianggap Luviana sebagai cara mahasiswa untuk menghormati dan memberikan ruang pada masyarakat.

Luviana memberi contoh, ketika mahasiswa menolak rancangan KUHP, artinya mahasiswa juga menolak pasal-pasal terkait kriminalisasi perempuan.

"Itu buat saya sudah luar biasa banget. Dan ini pelajaran baik buat saya untuk mahasiswa, setelah 98 enggak ada demo sebesar ini. Mereka dengan kesadaran dan bawa berbagai poster, itu buatku sangat luar biasa," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com