"Nah makanya keliru. Bagaimana membaca ruang publik dan ruang private ini jadi keberatannya mahasiswa," terang Amel.
Amel mengatakan, keberatan yang sedang disampaikan oleh mahasiswa kita sebenarnya sangat lekat dengan generasi Z dan milenial.
Untuk diketahui, generasi Z merupakan orang yang lahir di rentang tahun antara 1995 sampai 2010, sementara generasi milenial merupakan orang yang lahir di awal 1980-an hingga awal 2000-an.
Menurut Amel, baik generasi milenial dan generasi Z lebih banyak memberi perhatian pada privasi, apa yang boleh diatur dan tidak boleh diatur, dan lain sebagainya.
Dia menjelaskan, generasi milenial dan generasi Z adalah kelompok yang akan merasakan dampak besar pada regulasi ruang pribadi dan ruang publik.
Inilah yang membuat mahasiswa merasa ada hal-hal yang perlu diperjuangkan, baik secara independen yang diputuskan sendiri atau isu publik yang harus diregulasi negara.
"Pada dasarnya, orang-orang yang ada di DPR yang membuat Undang Undang kan orang-orang yang mindset-nya zaman purba semua, sedangkan dampaknya itu akan lebih banyak diterima atau dibebankan pada generasi yang sekarang demonstrasi. Ya tentu saja mereka protes dan keberatan," ungkap Amel.
"Sebenarnya gerakan mahasiswa dari dulu prinsipnya sama, yakni memprotes elit-elit yang enggak pernah mau mikirin mereka (generasi muda), padahal keputusan yang mereka (DPR) ambil berdampak buat mereka," tegasnya.
Dari apa yang dilakukan oleh para mahasiswa, Amel melihat anggapan bahwa mahasiswa saat ini apatis itu tidak benar.
Bahkan Amel mengatakan, mahasiswa dan anak muda penggemar K-Pop juga sampai ikut turun ke jalan untuk ikut menyuarakan masalah ini.
"Ini menarik, artinya anak (K-Pop) punya concern terhadap isu publik yang sangat besar," ujar Amel.
Gerakan mahasiswa di Indonesia dimulai jauh sebelum kemerdekaan.
Dilansir katadata.co.id, Boedi Oetomo adalah wadah perjuangan pertama di Indonesia yang memiliki struktur organisasi modern. Boedi Oetomo didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1908 oleh mahasiswa lembaga pendidikan STOVIA.
Pada saat yang hampir bersamaan, mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, termasuk Mohammad Hatta mendirikan Indische Vereeninging yang merupakan cikal bakal Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Organisasi-organisasi tersebut merupakan penanda munculnya kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai penggerak perubahan dalam sejarah Indonesia.