Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karhutla Ancam Eksistensi Satwa di Hutan Sumatera

Kompas.com - 18/09/2019, 17:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga berdampak kepada satwa hutan Indonesia.

Dikonfirmasi oleh Directur Policy dan Advocacy WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, pendekatan per spesies hewan tersebut di suatu daerah bisa dikatakan mengkhawatirkan. Meski, tutur Aditya, pihaknya belum mengetahui secara menyeluruh data satwa Indonesia yang terancam karhutla.

"Satwa yang terancam agak sulit datanya, karena mungkin kita lihat dari konteks habitat. Misal gajah di Sumatera terancam karena habitatnya juga sedang terancam," ujar Aditya di Jakarta, Kamis (17/9/2019).

Baca juga: Viral Gambar Peta Indonesia di Twitter, Ini Kata BMKG Soal Karhutla

Aditya yang akrab disapa Dito menjelaskan bahwa pada dasarnya ancaman terbesar spesies endemik suatu daerah itu bukanlah perburuan, melainkan habitatnya.

Hal inilah yang menjadikan indikasi kebakaran akan menambah ancaman bagi satwa untuk bertahan, jika habitat mereka juga dilahap oleh api dan terbakar.

"Konflik kebakaran akan menghilangkan juga habitat mereka (satwa-satwa tersebut di alam). Makanya mereka (satwa) bisa ada konflik juga dengan masyarakat, lebih terancam lagi juga," kata Dito.

Contoh sederhana, lanjut Dito, ialah gajah Sumatera. Jika habitat alami satwa ini terganggu di alam, maka gajah akan mencoba mencari vegetasi baru yaitu perkebunan milik warga.

Di situlah konflik timbul. Ketika gajah ingin bertahan hidup namun masyarakat menganggapnya sebagai hama, maka perburuan ataupun pertikaian antara manusia dan gajah sangat bisa terjadi.

Baca juga: Karhutla di Riau dan Kalimantan Berbeda dengan Amazon, Apa Bedanya?

Dijelaskan oleh Dito bahwa Sumatera saat ini sangat sedikit hutan alamnya. Di Sumatera bagian tengah hanya tersisa di daerah penyangga Bukit Tigapuluh, Jambi.

"Semakin kecil lahan, semakin cepat juga satwa di alam akan mengalami kepunahan," tutur Dito.

Hal itu juga terjadi saat satwa berusaha diselamatkan atau dievakuasi, namun tidak ada tempat bahkan kesulitan untuk mencari tempat melepaskannya kembali. Inilah yang menjadikan hewan yang direhabilitasi tidak bisa berkembang dan tetap di tempat rehabilitasi.

Selanjutnya, Dito juga mengatakan bahwa WWF yang bekerjasama dengan PT ABT yang merupakan Restorasi Ekosistem (RE) berupaya menjaga kawasan hutan yang tersisa. Serta melindungi area konservasi yang menjadi rumah bagi masyarakat, termasuk Suku Anak Dalam dan rumah bagi harimau dan gajah Sumatera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau