Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk Cegah Karhutla, Ilmuwan Ajak "Dengarkan" Suara Hutan

Kompas.com - 04/01/2019, 19:01 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

KOMPAS.com - Para ilmuwan percaya, penggunaan metode bioakustik bisa membantu mengurangi tingginya ancaman pembalakan liar serta kebakaran hutan.

Kesimpulan yang diterbitkan dalam jurnal Science itu menyebutkan bahwa dengan "mendengar" hutan, cakupan area yang terpantau akan semakin luas.

Berdasarkan makalah tersebut, para ilmuwan mengusulkan satu cara ampuh untuk memantau kondisi hutan hingga ke daerah terpencil, yaitu dengan cara merekam suara yang ada di dalamnya.

Cara yang disebut bioakustik ini dilakukan dengan merekam dan menganlisa bunyi-bunyian seperti suara hewan-hewan liar, serangga, maupun aktivitas manusia. Metode ini dipercaya dapat memberikan data yang lebih efektif.

Baca juga: NASA Rilis Peta yang Soroti Jumlah Kebakaran Hutan di Bumi

Sekarang, upaya konservasi hutan masih mengandalkan pantauan udara berupa citra satelit atau citra kamera yang hanya mampu melihat luasnya hutan, tapi tidak mampu mengamati yang terjadi didalamnya.

Kondisi cuaca pun dapat memperburuk visual yang ditampilkan. Tapi, dengan bioakustik, ilmuwan mampu memetakan kondisi hutan di berbagai area.

Untuk itu, mereka memasang mikrofon penangkap sinyal bunyi-bunyian yang ditimbulkan dari seekor serangga hingga aktivitas manusia. Dari situ, sinyal akan dilanjutkan ke pusat data sehinga kita bisa mengetahui gambaran dari ekosistem yang ada.

Cakupan area yang termonitor dengan metode tersebut diyakini akan lebih luas dibanding dengan hanya menggunakan kamera. Kelebihan lainnya adalah ongkos pengadaan piranti yang tergolong murah.

"Dengan memasang kamera, akan berisiko ketika pemburu datang dan menghancurkannnya. Tetapi perekam suara dapat dipasang hingga 30 meter di atas pohon dan tak akan ada yang melihatnya," kata Rhett Butler, salah satu penulis penelitian ini.

Berdasarkan Global Forest Watch, total luas kebakaran hutan yang terjadi di tahun 2017 sama dengan luas negara Italia. Lima negara menjadi penyumbang terbesarnya yaitu, Brazil, Republik Kongo, Madagaskar, Malaysia, dan Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Kebakaran hutan menjadi faktor utamanya.

Berdasakan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat seluas 4.666,39 Ha hutan di Indonesia habis terbakar di sepanjang tahun 2018. Maka, metode biaokustik ini diharapkan bisa menjadi skema yang menjanjikan.

Baca juga: Musim Kemarau Meluas, BMKG: Waspada Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan

"Mendengar" hutan menjadi cara ampuh untuk menekan angka kebakaran dan pendeteksi awal hadirnya ancaman pelaku pembakaran liar.

"Suara manusia atau kobaran api yang terdengar bisa menjadi peringatan di area terdampak untuk membantu Indonesia memerangi kebakaran hutan", tambah Butler.

Peran organisai global pun diharap mampu mendorong perusahaan-perusahaan di seluruh dunia untuk dapat meningkatkan kepedulian terhadap usaha konservasi hutan.

Cara ini diharapkan tak hanya untuk sekedar kepentingan riset akademik saja. Harapan besar ke depan adalah melahirkan kebijakan serta strategi baru demi keberlangsungan keanekaragaman hayati di bumi ini, kecuali kita ingin hutan tak lagi bersuara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau