KOMPAS.com – “Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu, Karena aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi. Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.”
Rentetan kalimat menyayat hati tersebut adalah penggalan puisi dari almarhum BJ Habibie untuk mendiang istrinya, Ainun.
Cinta, sebegitu kuatnya, hingga bisa mengantar kita ke dalam kehidupan baru atau bahkan merenggut kebahagiaan. Tak terhingga jumlah lagu, buku, puisi, dan karir yang mencoba untuk merepresentasi rasa cinta. Namun dari kaca mata ilmu pengetahuan, apa yang dimaksud dengan rasa cinta, terutama cinta sejati?
Baca juga: 11 Pesan Habibie Semasa Hidup, tentang Indonesia, Cinta, dan Cita-cita
Ahli saraf Gabija Toleikyte dan antropolog biologi Helen Fisher menjelaskan hal tersebut.
Dikutip dari Wired, kedua ilmuwan ini setuju bahwa cinta sejati tidak bisa dikontrol. Istilahnya, tak ada tombol on atau off untuk 'menyalakan' rasa cinta.
“Benak kita menyimpan informasi 10 kali lebih banyak dibanding otak secara rasional. Jadi ketika kita jatuh cinta kepada seseorang, kita merasakan itu adalah suatu hal yang luar biasa. Padahal di saat bersamaan, otak kita bekerja sangat kuat untuk menghasilkan perasaan tersebut,” tutur Gabija.
Gabija mendeskripsikan hal ini sebagai cinta romantis, sebagai sebuah kebutuhan dasar yang muncul jutaan tahun lalu agar manusia fokus kepada satu orang pasangan dan bereproduksi.
Sebelumnya, Helen melakukan penelitian terhadap 17 pasangan baru (10 wanita dan 7 pria) yang menjalin hubungan sekitar tujuh bulan lamanya. Semua responden melakukan scan otak, terutama pada bagian ventral tegmental.
Bagian ini merupakan produsen dopamine yang kemudian menstimulasi area lainnya pada otak.
“Ventral tegmental merupakan ‘pabrik’ yang menghasilkan keinginan, pencarian, energi, fokus, dan motivasi,” tutur Helen.
Kemudian, hasil dari penelitian tersebut, Helen menyimpulkan orang-orang yang merasakan cinta sejati seperti ‘mabuk’ secara alami.
Helen menyebutkan, cinta muncul apabila segala hal tentang orang tersebut menjadi spesial di mata kita.
“Cara dia berpakaian, cara dia berekspresi, buku yang dia sukai, semua hal tentang orang ini menjadi spesial,” tuturnya.
Anda sebenarnya punya daftar panjang tentang hal-hal apa saja yang tidak disukai mengenai orang tersebut. Namun, Anda lebih memilih untuk menyimpannya saja dan fokus terhadap hal-hal positif di depan mata.
“Kemudian muncul energi yang sangat intens dan mood swings yang diakibatkan oleh cinta. Rasa senang ketika semua hal berjalan dengan lancer, sampai kekecewaan mendalam ketika pesan singkat tidak dibalas,” tambah dia.
Baca juga: Habibie Wafat, tapi Mr Crack dan Teorinya akan Terus Hidup di Dunia
Secara biologis, jatuh cinta membuat mulut menjadi lebih kering. Ada perasaan butterfly in my stomach, lutut yang lemas, ketakutan akan berpisah, dan keinginan untuk melakukan aktivitas seksual.
“Anda ingin orang tersebut untuk menelfon dan menulis pesan. Ada motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan orang ini. Seringkali dengan cara-cara yang luar biasa dan di luar akal sehat,” tutur Helen.
Lalu bagaimana cara kita mengetahui apakah sebuah cinta sejati atau tidak?
Gabija menuturkan bahwa sejati atau tidaknya cinta tergantung persepsi masing-masing orang. Hal yang mendasarinya adalah koneksi mendalam antara dua orang, yang merujuk pada komitmen dan kebiasaan-kebiasaan tertentu.
“Cinta yang memiliki keseimbangan besar yang bisa bertahan,” tuturnya.
Namun Gabija menuturkan, pada level emosional tertentu, cinta tetaplah merupakan sebuah brain chemistry yang berganti setiap waktu.
“Terkadang kita tidak merasakan emosi seperti cinta. Terkadang kita merasakan flat moments, yaitu di saat kita tidak merasakan apa-apa,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.