KOMPAS.com - Sebelum meninggal pada Rabu (11/9/2019); kondisi presiden ketiga Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie sempat disebut membaik dan stabil.
"Keadaan Bapak (BJ Habibie) sudah stabil, membaik, cuma Bapak sangat lemas dan capek," ujar Thareq Kemal Habibie, putra Habibie, dalam konferensi pers di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Selasa (10/9/2019).
Habibie bahkan disebutnya sudah bisa merespons dan diajak bicara.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Arif Rahman ketika menjenguk Habibie pada hari Rabu (11/9/2019). Ketika dijenguk, Habibie sedang tertidur dengan tenang.
"Tadi di ruang kaca, Pak Habibie hanya terlihat kepalanya. Tapi beliau keadaannya tenang dan pada hari ini menurut teman-teman yang kebetulan bisa bicara (dengan Habibie), keadaannya stabil," kata Arif.
Baca juga: BJ Habibie Meninggal karena Degenerasi Jantung, Apa Maksudnya?
Apa yang dialami oleh Habibie sebetulnya bukan sesuatu yang aneh apalagi langka. Setidaknya sudah hampir tiga abad, dunia sains mengetahui bahwa menjelang ajal, seorang pasien kronis bisa saja tiba-tiba membaik kondisinya.
Bahkan, ada banyak kasus di mana pasien tiba-tiba sanggup berdiri atau duduk tegak dan berbicara dengan normal sehingga keluarga pun menjadi optimis bahwa kesehatannya akan pulih. Namun, kemudian pasien meninggal.
Dalam ranah medis, fenomena ini disebut terminal lucidity yang artinya kejernihan menjelang ajal.
Pakar biologi dan kesehatan jiwa, Michael Nahm, mendefinisikan terminal lucidity sebagai “munculnya kejernihan dan ketajaman mental pada pasien yang tak sadarkan diri, mengalami gangguan kejiwaan, atau sangat lemah beberapa saat sebelum ajal menjemput.”
Kejernihan ini, menurut penelitian Nahm dan timnya dalam jurnal Archives of Gerontology and Geriatrics, bisa terjadi beberapa hari, jam atau menit sebelum pasien meninggal dunia.
Terminal lucidity paling sering terjadi pada pasien yang mengidap penyakit otak, seperti tumor otak, trauma pada otak, stroke, peradangan selaput otak atau meningitis, alzheimer dan skizofrenia.
Baca juga: BJ Habibie Meninggal, Para Ilmuwan Indonesia Sampaikan Rasa Kehilangan
Namun, tidak menutup kemungkinan bagi pasien penyakit lain, termasuk yang mengalami masalah jantung seperti Habibie, untuk mengalami terminal lucidity.
Berbagai penelitian pun telah dilakukan untuk memperjelas fenomena ini. Sayangnya hingga saat ini, para ilmuwan dunia belum dapat menjawab secara pasti bagaimana terminal lucidity bisa terjadi.
Salah satu teori yang paling kuat pada saat ini adalah penyusutan volume otak pada pasien yang menderita penyakit kronis. Ketika otak melemah dan menyusut; tekanan pada otak pun melonggar dan fungsi-fungsinya, seperti daya ingat dan kemampuan bicara, kembali.
Namun, tentunya para peneliti harus menemukan bukti ilmiah yang lebih kuat untuk mendukung teori ini.
Bila mereka mampu memecahkan misterinya, bukan tidak mungkin bila di masa depan, terminal lucidity dapat dikembangkan menjadi pengobatan khusus bagi pasien yang mengalami gangguan fungsi otak.
Sumber: Kompas.com (Resa Eka Ayu Sartika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.