Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Pendidikan dan Sekolah Khusus untuk Anak Gifted

Kompas.com - 05/09/2019, 17:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Maria Clara Yubilea Sidharta atau akrab disapa Lala, berhasil menamatkan bangku sarjana di usia 19 tahun. Gadis yang meraih gelar cum laude itu mendapat IPK 3,78 dan baru saja diwisuda pada Sabtu (31/8/2019) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Dia merupakan remaja gifted dan berkebutuhan khusus.

Berkebutuhan khusus memang bukan hanya merujuk pada disabilitas fisik dan mental, tapi juga keterbatas diri dalam tingkah laku, emosional, dan belajar.

Sementara anak gifted merupakan anak berbakat memiliki kecerdasan intelektual very superior atau skor di atas 130 dalam skala weschler. Anak-anak gifted cenderung memiliki kemampuan 4 kali lipat dibanding anak biasa.

Baca juga: Kisah Anak Gifted Maria Clara Yubilea, Hobi Mogok Sekolah hingga Minta Homeschool (Bagian I)

Jika kita menganggap anak gifted atau jenius bisa melakukan banyak hal, kita salah. Mereka sangat butuh pendampingan dan sangat mudah bosan, terutama saat merasa tak ada lagi tantangan.

Di sekolah, banyak anak gifted yang justru dianggap nakal, sulit diatur, atau trouble maker. Tak sedikit pula anak gifted yang menjadi korban perundungan teman sebaya.

Menurut situs resmi American Addiction Centers MentalHelp.net, dalam banyak kasus, anak gifted mampu menguasai pelajaran di sekolah formal. Beberapa ada yang menjadi tidak tertandingi, sementara yang lain justru tidak bisa berkembang sehingga menjadi bosan, frustasi, dan muncul efek negatif lain.

"Agar anak-anak bisa mengembangkan kepercayaan diri, anak-anak harus memiliki "ruang" untuk dapat mengatasi tantangan dan kesulitan yang tepat," tulis laman tersebut.

Siswa berbakat yang tidak mendapat tantangan dari materi di sekolah umum, sering mengembangkan diri ke arah negatif atau menjadi terlalu sombong.

Oleh sebab itulah, para ahli mengatakan program pendidikan untuk anak berbakat dapat memberi siswa tantangan yang pas sehingga mengasah kemampuan mereka.

Sayangnya, di Indonesia sendiri masih sedikit sekolah untuk anak-anak gifted. Ada, tapi sedikit sekali.

Pengalaman Lala ketika merasakan bangsu Sekolah Dasar (SD), dia sempat berulang kali pindah sekolah dan mogok sekolah.

Lala mengaku saat masih SD cepat bosan di sekolah.

Baca juga: Kisah Maria Clara Yubilea, Ketahuan Gifted Gara-gara Ujian Kejar Paket B (Bagian II)

Ibu Lala, Patricia Lestasi Taslim, bercerita kepada Kompas.com, anak gifted memiliki aneka macam keunikan dan bakat.

Dalam komunitas Parents Support Group for Gifted Childer (PSGGC) Yogyakarta yang dibentuknya, ada salah satu orangtua bercerita anaknya tinggal kelas karena tidak mau menulis.

Anak tersebut memiliki skor IQ di atas Lala dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan guru, tapi dia tidak mau menulis. Inilah yang menyebabkan anak tersebut tinggal kelas.

"Ketika gurunya minta tulis (jawaban), dia jawab, 'buat apa? Kan bu guru sudah tahu aku bisa jawab. Ngapain aku capek-capek nulis?'. Nah, hal yang seperti ini justru membuat dia tinggal kelas. Karena dia marah, akhirnya dia mogok sekolah," cerita Patricia ditemui di rumahnya.

"Siapa yang salah? Sistem yang terlalu kaku. Harusnya sistem ada untuk membantu manusia, bukan untuk menjadi penjara manusia," ungkap Patricia.

"Anak gifted memang anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan layanan khusus. Karena sering kali dianggap oleh masyarakat bahwa anak gifted memiliki IQ tinggi, berarti digelundungin, mereka bisa jalan sendiri kok," ujar Patricia yang juga baru saja menyelesaikan studi Pascasarjana Pendidikan Luar Biasa di UNY.

"Ternyata dengan kemampuan anak gifted yang ekstra, justru jadi masalah. Karena hal yang simpel dibuat jlimet sama mereka," imbuh dia.

Karena hal-hal semacam inilah, Patricia berpendapat sistem pendidikan Indonesia harus mau mendukung anak gifted lewat pembelajaran dan sekolah yang sesuai.

"Bukan dimatikan rasa ingin tahunya, tapi dipupuk supaya berkembang kemudian untuk membangun dan memajukan Indonesia," ungkap Patricia.

Patricia juga menambahkan, anak gifted tidak selalu identik dengan nilai akademis dan rentetan piala juara kelas. Mereka juga banyak yang memiliki bakat di luar sekolah.

Baca juga: Kisah Maria Clara Yubilea, Berencana S2 di Amerika demi Pendidikan Gifted Indonesia (Bagian III)

Kompas.com pernah memberitakan, tentang salah satu sekolah gifted di Indonesia yang bernama Cugenang Gifted School.

Pendiri sekolah Rik Rik Riana mengatakan, anak-anak gifted sering kali terpinggirkan saat mereka harus bersekolah dan menyatu dengan anak-anak normal pada umumnya.

Anak gifted sering dianggap nakal, bahkan tak jarang dianggap bodok karena ketidaktahuan masyarakat akan keunikan yang dimiliki.

Menurut Rik Rik, anak-anak gifted tidak seharusnya terpinggirkan. Sebab, jika kondisi itu terjadi, mereka bisa dimanfaatkan oleh orang-orang jahat demi kepentingannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau